Mengenal Lebih Jauh Tentang Kantin Melati
Kantin Melati di area Kampus II UPN "Veteran" Yogyakarta. (Foto: Diva Arifin) |
Mayoritas warga kampus II UPN "Veteran" Yogyakarta umumnya mengenalnya sebagai kantin FISIP. Pasalnya, pusat jajanan ini memang terletak di area Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Padahal, kantin dengan nama asli Kantin Melati ini tidak khusus diperuntukkan hanya bagi mahasiswa FISIP semata. Posisinya yang terletak di antara FISIP dengan Fakultas Teknik Industri (FTI) membuat mahasiswa FTI kerap ditemui sedang menghabiskan waktu luangnya di kantin ini.
Di sini, mahasiswa bisa mengisi tenaganya kembali sebelum atau sesudah perkuliahan di mulai, apalagi untuk mahasiswa yang indekos yang biasanya jarang sarapan pagi. Bahkan tak jarang tenaga pengajar dan karyawan juga memanfaatkan keberadaan Kantin Melati sebagai pilihan pemadam kelaparan.
Kantin tersebut menyediakan aneka makanan −baik
makanan berat maupun sekadar camilan− dan aneka minuman. Kantin beroperasi
setiap hari kerja mulai dari pagi hari hingga pukul 3 sore.
Ketika ditemui oleh reporter Sikap beberapa waktu lalu, Sri Maryati bercerita tentang Kantin Melati di sela-sela tugasnya melayani pengunjung. Ia merupakan salah satu pegawai yang sudah lama bekerja di Kantin Melati.
Menurutnya, Kantin Melati telah berdiri sejak tahun 1980-an. Saat itu, pusat jajanan ini dikelola oleh Dharma Wanita. Semua pegawai kantin pun berasal dari kalangan Dharma Wanita. Dharma Wanita merupakan organisasi yang beranggotakan istri pegawai negeri sipil. Namun, hal itu berubah pada tahun 2001 ketika Dharma Wanita tidak lagi mengelola Kantin Melati. Sejak saat itu, untuk bisa berjualan di Kantin Melati para calon penjual harus mengajukan tender ke universitas dan diseleksi melalui sampel makanan.
“Pertama kali kami diterima, untuk pemakaian tempat itu kami bayar 3 juta dan untuk tiap hari kami di potong 15% dari total penghasilan,” terang Maryati.
Meskipun terlihat seperti satu tempat yang satu naungan penjual yang sama, ternyata Kantin Melati terdiri dari tiga konter atau penyedia makanan yang berbeda. Makanan yang dijual tiap konter pun berbeda.
Konter Sri Maryati misalnya, ia menjual lontong opor, nasi uduk, gado-gado, dan nasi pecel. Kedua konter yang lain menjual nasi rames, soto, nasi goreng, rica-rica, dan masih banyak lagi menu lainnya.
Di konternya, Maryati dibantu oleh satu orang pegawai. Dalam sehari, makanan yang dijualnya rata-rata laku sampai 20 porsi dengan pendapatan perhari 400.000 rupiah.
Lain makanan, lain minuman. Khusus penyedia menu minuman dikelola langsung dari Badan Usaha Universitas (BUU). “Kalau BUU sendiri ada sejak tahun 2004 dan yang membawahi kalau nggak salah Bapak Toyo ya, sebagai Ketua BUU,” sambung Maryati.
Suasana mahasiswa rehat dan menyantap menu pilihan di Kantin Melati. (Foto: Diva Arifin) |
Keberadaan warung makan di luar kampus tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi Kantin Melati. Namun, Maryati dan pegawai lain berusaha menyediakan opsi makanan bagi warga Kampus II. “Alhamdulillah kalau di sini sudah pasti laku, daripada kami jualan di luar yang nggak tentu laku. Dukanya ya sepi kalau pas liburan yang lama sekali, bisa 2-3 bulan itu dan sering sepi kalau masa-masa ujian,” kata Maryati.
Walau
letaknya mudah dijangkau bagi dua fakultas, Kantin Melati tidak ramai setiap saat. Seringnya, kantin
hanya terlihat ramai ketika waktu makan siang telah tiba. Itu pun tidak begitu
banyak karena area kantin tidak begitu luas, hanya mampu menampung sedikit pelanggan jika
dibandingkan dengan jumlah masyarakat kampus. Bahkan, meski di dalam kampus
sudah terdapat kantin, namun beberapa mahasiswa memilih untuk makan siang atau
jajan di luar kantin kampus.
Hal
tersebut dikarenakan kantin belum sanggup memenuhi ekspektasi atau selera beberapa
mahasiswa. Seperti yang disampaikan Umar, salah satu pengunjung. Mahasiswa Ilmu Komunikasi itu mengungkapkan bahwa Kantin Melati menurutnya kurang dapat melayani masyarakat kampus. Baginya
pelayanan di Kantin Melati kurang begitu ramah dan cenderung terbelit-belit.
Harga dari menu yang disajikan pun menurutnya cukup tinggi, bahkan dengan harga
tersebut menurutnya bisa untuk mendapatkan sajian yang lebih di warung-warung luar
kampus. Selain itu, suasana di kantin juga tidak cukup nyaman karena dari segi
kebersihan dinilai kurang. Bahkan ketika reporter Sikap mengunjungi kantin, air di wastafel tidak mengalir dan salah satu kulkas mati.
Berbeda dengan Umar, Bastian mengungkapkan bahwa menu yang ada di Kantin Melati hampir mirip dengan apa yang ada di
warung-warung luar kampus. Walau baginya harga makanan yang ada di kantin lebih
mahal dibanding di warung luar kampus, tetapi harga tersebut masih wajar
mengingat harga tersebut disesuaikan dengan keberadaan kantin yang ada di dalam
lingkungan kampus.
Senada dengan Bastian, Muhammad Yusuf juga berpendapat apa
yang ada di Kantin Melati sebenarnya tidak jauh berbeda dengan warung-warung di
luar kampus. Walau begitu, dirinya lebih memilih untuk makan di warung luar kampus
dibandingkan dengan makan di kantin. Bagi Yusuf, kantin hanya sebagai tempat
makan alternatif jika dirinya malas keluar kampus.
Di balik kekurangan pusat jajanan ini memenuhi harapan mahasiswa, Kantin Melati masih menjadi
rujukan bagi masyarakat kampus. Terbukti dari pelanggan yang terus berdatangan ke kantin walau tidak selalu ramai. Urusan hati bisa disesuaikan, urusan perut
siapa yang tahan? (Diva Arifin & Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori)
Editor: Lajeng Padmaratri
Tulis Komentarmu