Catatan Akhir Semester: Problematika dan Efektivitas Kuliah Daring
Ilustrasi: Suarasikap/Arya Farrel |
Semester gasal tahun ajaran 2020-2021 telah dilewati oleh mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta dengan menggunakan metode kuliah dalam jaringan (daring). Metode tersebut digunakan untuk menanggulangi potensi penyebaran Covid-19 di lingkungan kampus. Meski demikian, pelaksanaan kuliah daring nyatanya masih jauh dari kata sempurna. Tim Suarasikap berusaha merangkum beberapa masalah serta efektivitas dari jalannya kuliah daring selama satu semester kemarin.
Problematika kuliah daring
Ilustrasi: Suarasikap/Arya Farrel |
1. Spada Wimaya yang kerap bermasalah
Spada Wimaya merupakan
platform utama yang digunakan oleh UPN “Veteran” Yogyakarta untuk mengakomodasi
jalannya kuliah daring. Platform tersebut memiliki beberapa fitur yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa maupun dosen. Mulai dari pengisian presensi, layanan komunikasi video
bigbluebutton (bbb), dan pengumpulan tugas merupakan beberapa fitur dari Spada Wimaya.
Akan tetapi, Spada kerap mengalami eror dan malah menghambat kegiatan perkuliahan.
Baca juga: Menilik Efektifitas Spada Wimaya sebagai Media Pembelajaran Daring
Berliansya Delvara,
Mahasiswi Prodi Agroteknologi mengungkapkan pengalamannya selama menggunakan
Spada. Dirinya mengaku kerap kesulitan untuk masuk ke platform tersebut. Selain
itu, fitur bigbluebutton juga mengalami masalah yang sama. Alhasil, beberapa
dosen memilih untuk menggunakan layanan komunikasi video lain seperti Zoom dan
Google Meet.
“Pernah sekitar 4-5
kali tidak bisa login. Untuk
bigbluebutton juga hanya pernah menggunakannya sebanyak 3 kali karena banyak yang mengeluh susah join. Jadi
sekarang pindah ke Google Meet atau Zoom tergantung dosennya,” ujar mahasiswi
angkatan 2020 tersebut.
Hal senada juga
disampaikan oleh Mikha Mamoru. Mahasiswa Prodi Administrasi Bisnis tersebut
kerap mengalami masalah saat melakukan presensi di spada. Dirinya bahkan belum
pernah menggunakan platform bigbluebutton sama sekali.
“Pernah dulu
(bermasalah) saat presensi. Akhirnya presensi secara manual dengan membuat list nama di grup. Untuk bigbluebutton belum
pernah menggunakannya sama sekali di tempatku. Kalau tidak (menggunakan) Zoom, ya Google Meet,” ujar Mikha.
2. 2. Kurang terkoordinirnya pelaksanaan KKN
Melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) saat pandemi tidaklah mudah. Hal tersebut diperparah dengan
kurangnya koordinasi antara kampus dan desa tempat mahasiswa melaksanakan KKN.
Rieka Yusuf, Mahasiswi Ilmu Komunikasi mengatakan bahwa saat dirinya sampai di
daerah tempat ia melaksanakan KKN, pihak kecamatan serta kelurahan belum tahu
akan pelaksanaan program tersebut. Selain itu, ia juga mengeluhkan waktu yang
terbatas.
“Dari kampus sendiri
kendalanya suka tidak jelas. Ada kelompok temanku yang ditolak dari desanya.
Saat aku sampai di sana (tempat KKN), pihak kecamatan dan kelurahan tidak ada
yang tahu kalau UPN akan mengirim mahasiswa utuk program KKN. Belum ada dosen
dan kurang koordinasi antara kampus dengan desa terkait,” ujar mahasiswi
konsentrasi jurnalistik tersebut.
Pengalaman berbeda
dialami oleh Dian Khoirotul Hikmah. Perempuan yang akrab disapa Dian tersebut
mengatakan, surat menyurat merupakan kendala utama dari KKN daring. Tidak hanya
itu, Dian juga mengungkapkan kesulitan dana selama menjalani KKN. Menurutnya,
kampus seharusnya juga mendukung secara finansial untuk proker yang
direncanakan oleh mahasiswa.
“Untuk KKN kemarin,
surat-menyurat itu sangat sulit. Aku berharap semoga kampus tidak lagi pelit
dalam urusan dana. Di KKN kelompokku kemarin, kampus tidak memberikan dana.
Hanya memberikan kaos, masker, dan juga topi,” ujar Mahasiswi Teknik Kimia
tersebut.
3. 3. Praktikum daring yang serba terbatas
Praktikum adalah
kegiatan belajar berbentuk pengamatan serta pengujian di laboratorium yang
diikuti dengan analisis dan penyimpulan terhadap hasil pengamatan. Pelaksanaan
kegiatan tersebut tentunya mengalami perubahan karena adanya pandemi. Salah
satu perubahan diungkapkan oleh Galeh Arga Semedi. Mahasiswa Teknik Perminyakan
tersebut mengungkapkan, praktikum selama kuliah daring hanya dilakukan dengan
melihat video, presentasi, dan diskusi. “Jadi tidak benar-benar melakukan
praktikum,” ujar Mahasiswa yang juga merupakan Asisten Laboratorium Analisa
Inti batuan tersebut.
Dirinya juga menganggap
praktikum daring tidaklah efektif. “Menurut aku pribadi, cara seperti ini
memang sangat tidak efektif. Inti dari praktikum adalah mempraktikan apa yang
telah kita pelajari dari teori, untuk membuktikan kebenarannya. Untuk evaluasi
praktikum semester kemarin, menurutku harus lebih intens ketika proses diskusi
dan pembuatan video juga bisa lebih detail lagi,” sambung mahasiswa asal
Yogyakarta tersebut.
Pendekatan berbeda
dirasakan oleh Aliendina Jwalita. Mahasiswi yang akrab disapa Alin tersebut
tetap melakukan praktikum di lapangan. Akan tetapi, lokasi tempat praktikum
disesuaikan dengan lokasi mahasiswa. Hal tersebut dilakukan agar mahasiswa
dapat melakukan praktikum meski di tengah pandemi.
“Untuk praktikum di
laboratorium dilakukan menggunakan media daring. Untuk praktikum lapangan, dirubah
metodenya dengan membuat poster. Dalam pengerjaan poster ini mahasiswa harus turun
ke lapangan. Kita sudah memiliki data lokasi mereka dan kita tentukan lokasi
lapangan sesuai dengan lokasi mereka saat ini,” ujar Mahasiswi yang juga
menjadi Asisten Laboratorium Praktikum Geomorfologi tersebut.
Meski tetap
berlangsung, keduanya sepakat bahwa praktikum kali ini masih jauh dari kata
ideal. Alin dan Galeh pun berharap agar pandemi segera mereda dan praktikum
dapat berjalan seperti biasa.
Ilustrasi: Suarasikap/Arya Farrel |
4. 4. Keterbatasan sinyal
Keterbatasan sinyal di
beberapa daerah menjadi salah satu hal yang paling sering dibahas dari penerapan
kuliah daring. Nyatanya, beberapa wilayah di Indonesia masih memiliki kualitas
internet yang buruk. Khelvin Zunandar, Mahasiswa Teknik Perminyakan asal
Sumatera Barat mengatakan bahwa ia kerap mengalami kehilangan sinyal di
rumahnya. Hal tersebut membuatnya pernah terlambat dalam mengumpulkan tugas.
“Sering
banget mengalami gangguan terutama ketika menggunakan kuota. Di tempatku, hanya
Telkomsel yang memiliki sinyal jaringan. Malahan sampai pernah terlambat
mengirimkan tugas. Sejak itu, aku memberikan username dan password Spada
ke teman yang aku percaya. Nanti jika ada tugas atau UAS, minta tolong dia yang
kirim di Spada,” ujar mahasiswa yang tinggal di Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat tersebut.
Meski
demikian, dirinya bersyukur karena tenaga pendidik memaklumi kendala pada
sinyal atau jaringan. Mahasiswa angkatan 2019 tersebut juga menceritakan
pengalamannya mengikuti praktikum dengan keterbatasan sinyal.
“Pernah
saat itu ketika ingin mengisi presensi ada kendala jaringan. Aku langsung chat
dosen pengampu dan Alhamdulillah, beliau
bisa mengerti keadaan mahasiswa yang berada di kampung halaman. Untuk praktikum
sebenarnya wajib on kamera. Akhirnya
aku menghubungi aslab (asisten laboratorium) dan memberitahu kalau aku mengalami kendala sinyal.
Alhamdulillah, diizinkan untuk
mematikan kamera,” ujar Khelvin.
5. 5. Molornya jadwal kuliah dan liburan
Tidak
hanya metode belajar, pandemi Covid-19 juga merubah jadwal tahun ajaran
2020-2021. Jika biasanya semester gasal dimulai pada akhir Agustus, tahun ini awal semester gasal terpaksa mundur ke tanggal 28 September. Sebelumnya, mahasiswa
tidak diberi kejelasan kapan kuliah akan dimulai serta metode apa yang digunakan. Hal
tersebut membuat beberapa mahasiswa kebingungan saat libur pergantian tahun
ajaran.
Mengenai keterlambatan tersebut,
Eko Purnomo selaku Kepala Bagian Akademik, Biro Akademik, Kemahasiswaan,
Perencanaan dan Kerjasama UPN “Veteran” Yogyakarta, angkat bicara. Dirinya mengatakan,
mundurnya jadwal kuliah ini disebabkan oleh keputusan Lembaga Tes Masuk
Perguruan Tinggi (LTMPT) untuk mengubah jadwal tes penerimaan mahasiswa baru.
“Karena ada pandemi
Covid-19, jadwal dari pusatnya (LTMPT) mundur. Jadi, kita kalau membuat
kalender akademik itu menyesuaikan pusat, seperti jadwal SBMPTN pun yang menentukan
pusat. Jika jadwal SBMPTN telah ditentukan, setelah itu kita baru bisa menyusun jadwal-jadwal selanjutnya seperti ujian
mandiri dan lain-lain,” ujar Eko ketika ditemui di Gedung Rektorat UPN "Veteran" Yogyakarta pada Senin (25/01) lalu.
Wike Wijayanti, Staff
Humas dan Kerjasama UPN “Veteran” Yogyakarta menambahkan, keterlambatan jadwal
kuliah tahun ini tidak hanya dialami oleh UPN. Pihaknya juga mengatakan,
optimalisasi sistem kuliah daring memaksa UPN harus memundurkan jadwal kuliah.
“Jadi sebenarnya untuk
tahun ajaran yang mundur ini karena menyesuaikan akibat pandemi Covid-19. Tidak
hanya UPN saja kok yang mundur tahun akademiknya. Banyak dari PTN lain yang juga
ikut mundur. Karena pandemi, mau tidak mau kita harus mengoptimalkan sistem daring
yang ada, begitu,” ujar Wike.
Meski jadwal kuliah
harus mundur, Wike mengatakan bahwa hal ini tidak merugikan dosen dan juga
mahasiswa. “Nah, kalau untuk soal mundur itu kan sebenarnya tidak ada yang rugi
karena tidak memundurkan kelulusan juga bagi teman-teman yang sudah skripsi dan
mau wisuda. Hal tersebut dikarenakan
kelulusan itu berdasarkan tanggal yudisium, bukan tanggal wisuda. Jadi, ini
adalah langkah bijaksana dari pihak universitas untuk memundurkan tahun akademik,”
sambung Wike.
Terkait dengan banyaknya
keluhan dari mahasiswa, Dewan Perwakilan Mahasiswa pun
angkat bicara. Kevin Arviansa N. S. selaku Ketua DPM KM UPN “Veteran” Yogyakarta
mengatakan, DPM siap untuk menyampaikan keluhan dan membela pemenuhan hak-hak
mahasiswa.
“DPM KM sebagai
perwakilan mahasiswa dalam hal menampung dan menyerap aspirasi sudah memberikan
ruang buat teman-teman untuk menyampaikan permasalahan yang ada. Kami
mengakomodir setiap permasalahan. Aspirasi atau keluhan tersebut nantinya akan
kami sampaikan kepada BEM KM melalui kementrian advokasi yang menjadi tugas dan
fungsinya. Harapannya, aspirasi tersebut ditindaklanjuti oleh Kementrian Advokasi ke rektorat,” ujar Kevin.
Dirinya juga
menjelaskan mekanisme untuk menyampaikan keluhan ke DPM KM. “Untuk penyampaian
permasalahan, tentunya bisa melalui berbagai media sosial DPM KM atau melalui
anggota dan staff ahli DPM KM,” sambung Mahasiswa Prodi Manajemen tersebut.
Efektifkah
kuliah daring?
Tanggapan dosen dan mahasiswa terkait efektivitas kuliah daring. (Sumber: Suarasikap/Arya Farrel) |
Masalah yang muncul
pada pelaksanaan metode kuliah daring pun menimbulkan pertanyaan. Efektifkah
kuliah daring yang dilakukan oleh UPN “Veteran” Yogyakarta?
Baca juga: Efektifkah Kuliah Online?
Tanggapan datang
dari mahasiswa dan dosen terkait dengan efektivitas perkuliahan daring. Dimas
Ramadhan, Mahasiswa Prodi Teknik Industri mengatakan bahwa perkuliahan daring
masih jauh dari kata efektif. Hal ini dikarenakan beberapa dosen hanya
memberikan tugas tanpa disertai dengan penjelasan melalui video dan audio.
“Menurut saya, pembelajaran daring kurang efektif. Dosen masih terpaku pada tugas dan powerpoint sehingga mahasiswa kurang
dituntut untuk aktif. Bahkan, beberapa dosen hanya memberikan materi saja tanpa
adanya penjelasan maupun kelas virtual. Hal ini menyebabkan kebingungan
mengenai materi, mengingat tidak adanya intruksi lebih lanjut,” ujar mahasiswa
asal Bantul, Yogyakarta tersebut.
Hal tersebut membuat Dimas
harus memutar otak dalam memahami materi. Ia kerap meminta penjelasan dari
kakak tingkat atau mencari materi secara mandiri.
“Di masa pandemi ini,
saya dan teman-teman juga sering melakukan belajar kelompok menggunakan Zoom
atau Google Meet. Acara ini merupakan inisiatif dari angkatan kami untuk
menjawab kebingungan mengenai materi yang diberikan oleh dosen. Di acara tersebut,
kami bisa saling sharing pengetahuan, khususnya oleh teman yang lebih memahami
materi,” sambungnya.
Pendapat serupa
disampaikan oleh Rosalia Dwi Fadma, Dosen Prodi Administrasi Bisnis. Dirinya
mengatakan, banyaknya kendala metode perkuliahan daring membuat dosen dan
mahasiswa kesulitan untuk memahami materi.
“Menurut saya pribadi,
pembelajaran daring apapun medianya tetap tidak akan bisa semaksimal
pembelajaran dengan tatap muka langsung. Hal ini dikarenakan berbagai kendala
seperti jaringan, SDM yang belum terlalu menguasai teknologi, dosen yang kurang
bisa mengeksplor materi, dan kurangnya disiplin dari dosen maupun mahasiswa dalam
alokasi waktu perkuliahan,” ujarnya ketika dihubungi via WhatsApp.
Selain itu, dirinya
juga menanggapi maraknya dosen yang hanya memberikan materi tanpa penjelasan. Menurutnya,
mahasiswa memang harus mandiri dalam mencari materi. Akan tetapi, dosen juga
perlu memastikan mahasiswa mengerti akan materi yang telah disampaikan.
“Sebenarnya, yang
namanya mahasiswa itu sudah harus bisa belajar mandiri. Akan tetapi, karena kita
sekarang ini daring, dosen kadang berpikir yang penting sudah diberi materi.
Kalau saya tidak sempat menjelaskan materi, mahasiswa saya beri tugas merangkum
materi tersebut. Mau tidak mau, mereka akan berusaha mempelajari materi
tersebut. Nah, pas ada kesempatan bisa melakukan kelas virtual, kita bisa
langsung diskusi. Kan enak karena mahasiswa sudah memahami materi,” sambungnya.
Kuliah daring, dengan
segala kekurangannya, merupakan satu-satunya jalan untuk melaksanakan kuliah di
tengah pandemi. Tentu kita berharap pandemi segera mereda dan kita dapat
bertemu di kampus seperti biasa. Tetapi, sampai saat itu datang, kita harus bisa
memaksimalkan platform serta meningkatan keaktifan mahasiswa dan dosen agar
kuliah dapat berjalan dengan efektif. (Delima Purnamasari, Wafa' Sholihatun Nisa', Mohamad Rizky Fabian)
Editor: Mohamad Rizky Fabian
Tulis Komentarmu