Diskusi Humanis: Aktualisasi Nilai-Nilai Pergerakan Mahasiswa
Ilustrasi Pergerakan Mahasiswa. Sumber : http://univbatam.ac.id/ |
Aris mengatakan bahwa hampir
tidak ada pergerakan yang berarti dari mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki
intelektualitas tinggi tidak berani untuk bertindak saat terjadi hal yang
seharusnya tidak terjadi. “Sebagian besar mahasiswa hanya bisa diam dan
menerima, meskipun mereka tahu hal itu tidak benar,” Kata Haris. Mahasiswa
terlalu takut untuk bergerak, sekalipun itu demi kebaikan bersama.
Sejarah mengatakan bahwa
mahasiswa memiliki kekuatan yang begitu besar untuk menggulingkan sebuah
pemerintahan. Namun, sekarang yang terjadi adalah banyak mahasiswa yang apatis
terhadap apa yang terjadi dengan lingkungannya. Mereka yang memiliki
pengetahuan tidak berani untuk menggunakan pengetahuannya untuk bergerak.
“Punya pengetahuan nggak punya keberanian ya sia-sia, punya keberanian tapi
nggak punya pengetahuan namanya bunuh diri. Keduanya harus berjalan seimbang
untuk mengoptimalkan pergerakan mahasiswa,” tambahnya.
Pergerakan membutuhkan
banyak massa dan semangat tinggi dalam melakukan perubahan, akan tetapi
antusias mahasiswa untuk melakukan pergerakan sangat kecil. Sistem pendidikan
yang membatasi lama studi dan mahalnya biaya pendidikan diduga menjadi salah
satu penyebab mahasiswa menjadi malas untuk terjun dalam sebuah organisasi dan
melakukan perubahan. “Pemikiran mahasiswa sekarang adalah bagaimana cara untuk
segera lulus kemudian bekerja dan mendapatkan uang,” ungkap Ketua Humanis, Deo
Gloria menanggapi pernyataan Aris saat diskusi.
Sebagai kaum intelektual,
mahasiswa seharusnya paham dan mengerti hak sebagai mahasiswa, termasuk hak
untuk mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya tentang kampus mereka.
Apabila ada ketidakbenaran mahasiswa memiliki hak untuk mendapatkan kebenaran.
Memanfaatkan fasilitas kampus juga merupakan hak mahasiswa, contohnya
berorganisasi. Organisasi merupakan fasilitas kampus yang disediakan untuk
mahasiswa. Saat ini UPN telah memiliki 25 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), 7
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), 16
Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), dan lebih dari 10 Kelompok Studi
Mahasiwa (KSM). Dari sekian banyak wadah organisasi kampus baik yang bergerak
dalam bidang karya maupun eksekutif, tidak banyak mahasiswa yang bergabung dan
aktif dalam organisasi. Hal ini ditanggapi sebagai hal yang wajar oleh Kepala
Program Studi Ilmu Komunikasi, Subhan Afifi. “Kalau organisasinya banyak tapi
antusiasnya rendah ya kembali lagi pada bagaimana kreativitas sebuah organisasi
untuk memberikan alternatif kegiatan yang menarik,” pungkas Subhan.
Sebagai kesimpulan diskusi
Aris menawarkan beberapa solusi antara lain memperbanyak ruang diskusi,
memahami sesuatu secara mendalam dan mengasah kepekaan terhadap situasi yang
ada. Jangan sampai mahasiswa sebagai agent of change hanya sekedar ungkapan
belaka. Mahasiswa harus berani bergerak jika melihat sesuatu yang salah. (Kristi
Utami)
Tulis Komentarmu