Aksi Damai Memperingati Hari Buruh Nasional
Aksi long march yang dilakukan buruh saat May Day |
SIKAP, Yogyakarta - Sekitar
700 massa yang teraliansi dari 20 elemen buruh dan mahasiswa turun ke jalan
dalam rangka memperingati May Day
atau hari buruh (1/05). Rangkaian aksi dimulai pada pukul 07.00 WIB, dengan
titik kumpul massa di Tugu Yogyakarta. Massa melakukan konvoi ke Jalan Abu
Bakar Ali, dan melakukan long march hingga
0 Km Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Sekitar
pukul 09.00 WIB massa yang dipimpin oleh mobil komando pick up Zebra memasuki jalan Malioboro dari arah timur diiringi
yel-yel yang riuh. Kegiatan ini diikuti oleh beberapa organisasi buruh antara
lain, KSPSI (Kesatuan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), KSPI (Kesatuan
Serikat Pekerja Indonesia), KSBSI (Kesatuan Serikat Buruh Seluruh Indonesia), beberapa
elemen Buruh Rumahan, Buruh Gendong dan lain-lain. Selain serikat dan
organisasi dari elemen buruh, aksi demonstrasi dihadiri juga oleh mahasiswa
seperti, Dema Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, mahasiswa dari Fakultas
Hukum Universitas Islam Iindonesia, dan Forum Mahasiswa Yogyakarta (FMY).
Orasi dibuka oleh Serikat Mahasiswa Indonesia di depan
kantor DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta. “Hidup buruh!” dengan salah satu
demonstran memancing semangat yang lain untuk berteriak. lDalam orasinya,
orator dengan lantang mengatakan bahwa, gerakan buruh pada 1 Mei 2016 ini
adalah bukti historis dimana gerakan buruh ditandai dengan
perlawanan-perlawanan di setiap daerah di Indonesia. Hari buruh lahir atas
dasar kesadaran normatif kaum buruh. “Pemerintah yang dipimpin oleh Jokowi-JK,
hari ini tidak lagi berpihak kepada rakyat, ditandai dengan disahkannya Peraturan
Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Pemerintah hari ini juga
adalah pemerintahan yang represif dan kriminalis dibuktikan oleh aparat yang
militerisme. Rakyat tidak dapat memperoleh hak demokrasinya secar utuh” ujar
Orator. Dalam penutupan, ia menyampaikan mahasiswa siap mengawal buruh dalam
memperjuangkan hak-hak demokrasinya.
Ketegangan
sempat terjadi antara koordinator massa dengan aparat Kepolisian. Ketegangan
diawali oleh koordinator massa yang merasa keberatan dengan keberadaan aparat
kepolisian yang masuk ke dalam barisan demonstran. menurutnya hal itu bisa
menurunkan antusiasme massa dalam aksi tersebut. “Pak, mohon bapak keluar dari
barisan demonstran, jangan takut-takuti kami. Kami adalah massa yang tertib,
kami memiliki standar keamanan sendiri” ujar koordinator dari mobil komando
berulang kali. Namun ketegangan tidak berkepanjangan karena dengan sigap seorang
aparat polisi mendekati mobil komando dan melakukan diskusi kecil dengan
koordinator massa. Massa kembali tenang dan aksi berjalan dengan damai kembali.
Buruh
rumahan menyampaikan orasinya, Ani menungkapkan kekecewaannya terhadap
kurangnya perhatian pemerintah kepada buruh rumahan. “Tahu kah bapak ibu,
perhiasan yang bapak ibu kenakan, seperti anting, kalung dan sebagainya, yang
mengerjakan adalah buruh rumahan, tetapi tidak pernah dianggap ada, kami
dianggap bukan perkerja. Tidak ada standar upah, tidak ada jaminan kesehatan,
anak kami terancam tidak bisa sekolah” ujar Ani.
Wahyu salah satu anggota Forum Mahasiwa Yogyakarta (FMY)
dalam pembukaan orasinya menyebut “Innalillahi Wa’inna illaihi rojiuun keadilan
hari ini”. Ia menjelaskan kekecewaannya terhadap sistem pemerintahan saat ini
yang lebih berpihak kepada kaum kapitalis pemilik modal. Terbukanya ruang lebar
bagi para investor asing jelas melumpuhkan sektor UMKM. Ditambah lagi hadirnya
Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2015 tentang pengupahan menurutnya jelas tak
berpihak pada kesejahteraan buruh.
Puncak aksi
ditandai dengan pembentukan Rumah Rakyat Indonesia disaksikan massa yang
membuat formasi melingkar di persimpangan Km 0 Yogyakarta, dipimpin oleh Irfan
Tengku Harja . Kepada SIKAP, Irfan Tengku Harja sebagai Pengurus Daerah Forum
Serikat Pekerja Logam,Elektonik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
Daerah Istimewa Yogyakarta ( PD FSP LEM SPSI DIY) menjelaskan Rumah rakyat
Indonesia adalah ormas nasional. Ormas
ini akan merangkul elemen- elemen ormas daerah, gerakan buruh, petani,
mahasiswa, guru, dan rakyat miskin kota. “Harapannya ormas nasional ini mampu
merebut demokrasi sejati, demokrasi rakyat yang belum terwujud” pungkas alumni
jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Islam Indonesia ini.
Acara ditutup dengan pembacaan sumpah rakyat indonesia.
Kemudian massa mulai meninggalkan lingkaran massa dengan tertib walaupun masih
ada sebagian massa dari berbagai elemen menyampaikan orasinya. Kirnadi ABY, di
sela-sela pembubaran massa menegaskan akan berjuang untuk pembatalan PP No. 78 Tahun 2015 karena peraturan tersebut sama sekali tidak berpihak
kepada buruh. Selain itu, pemerintah dan investor atau pemilik modal akan tetap
dituntut dan dikawal untuk mensejahterakan buruh seperti jaminan kesehatan,
pendidikan, dan tempat tinggal yang layak. “Jika aksi ini tidak digubris sama
pemerintah, kami akan terus melakukan aksi-aksi selanjutnya” tutup pengurus
SPSI ini. (Elisier Ginting)
Tulis Komentarmu