Jadi Guru Sehari di Hari Inspirasi
Seorang masinis saat menjadi Relawan Pengajar pada KIY (4/2) lalu. (Foto: Dok. KIY) |
Hari Guru di Indonesia diperingati setiap tanggal 25 November. Peringatan ini berlandaskan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Hingga kini, terbilang sudah 23 tahun kita memperingati Hari Guru. Meski begitu, baru separuh dari 3.017.296 guru di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi profesi (Data Ditjen. Guru dan Tenaga Kependidikan).
Di luar itu, banyak gerakan yang terselenggara demi penyelesaian masalah pendidikan di Indonesia. Salah satunya ialah Kelas Inspirasi Yogyakarta (KIY), sebuah gerakan para profesional turun ke sekolah dasar selama sehari untuk berbagi cerita dan pengalaman kerja, juga memotivasi dalam meraih cita-cita. Satu hari itu disebut sebagai Hari Inspirasi. Tahun ini, Hari Inspirasi telah dilaksanakan pada 4 Februari 2017 serentak di 25 sekolah dasar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Karina Bunga Hati, 34 tahun, awalnya bergabung dengan KIY sebagai relawan pengajar pada 2014. “Saya gabung di KIY sejak 2014 menjadi relawan pengajar yang mengajar sesuai profesi sendiri yaitu tenaga ahli perencanaan tentang geografi,” ujar wanita asal Gunung Kidul saat ditemui beberapa waktu lalu. Setahun berselang, ia mendaftarkan diri sebagai relawan penyelenggara KIY pada tahun 2015 sampai 2017 awal.
Pada hari inspirasi, KIY akan datang ke beberapa sekolah di wilayah marjinal DIY yang telah disurvei terlebih dahulu sebelumnya. Di sana, relawan akan ‘mengajar’ siswa-siswi selama satu hari.
Relawan Penyelenggara & Pengajar di KIY 2017. (Foto: Dok. KIY) |
Pengalaman pertama kali, Karina mengajar sebagai relawan KIY di SD Kepuharjo, Cangkringan pada tahun 2014. “Sekolahnya tepat berada di lereng Gunung Merapi, waktu itu kondisinya masih 4 tahun dari erupsi Merapi", kenangnya. “Tetapi anak-anak di sana masih banyak yang trauma akibat kejadian tersebut. Begitu mereka mendengar ada gluduk-gluduk gitu mereka nangis, lari-larian dan panik, mungkin masih teringat saat 2010.”
Latar belakangnya sebagai tenaga ahli perencanaan tentang geografi membuatnya sedikit memahami kondisi anak-anak di lereng gunung. “Di Desa Cangkringan kebanyakan warganya beraktivitas sebagai penambang pasir, kebetulan pernah penelitian di sana. Anak-anaknya banyak yang bercita-cita menjadi penambang pasir, karena aktivitas itu menjadi tontonan mereka sehari-hari,” ungkap ibu dari satu anak perempuan ini.
Meski melelahkan, banyak pengalaman yang diperoleh Karina selama menjadi ‘guru sehari’. “Tujuan KIY kan mengenalkan profesi ke anak-anak dengan pertanyaan pemantik ‘Mau jadi apa kalau sudah besar?’ Biasanya mereka jawab dengan cita-cita umum,” jelasnya.
Meski begitu, tak jarang seorang anak menjawab ingin menjadi pendekar, hacker, bahkan maling. “Kita tidak boleh asal tuduh ke anak itu bahwa maling itu jelek. Pertama, harus ketahui dulu alasannya dia pengen jadi sesuatu. Kadang mereka hanya belum mengerti,” tambahnya.
Tahun depan, KIY akan kembali membuka kesempatan bagi para profesional untuk memberi kontribusi bagi pendidikan negeri. “Hari Inspirasi selanjutnya berkisar bulan Februari,” tutur Izzah Annisatur Rahma, salah seorang relawan penyelenggara KIY 2018. Ia menambahkan, “Proses rekrutmen relawan pengajar di KIY kemungkinan dimulai Desember hingga Januari mendatang.”
Belajar jadi koki sehari. (Foto: Dok. KIY) |
Relawan yang masih berstatus mahasiswi aktif di Universitas Islam Indonesia ini menjabarkan beberapa manfaat yang akan didapat dari mengikuti KIY. “Selain relasi, relawan juga akan diasah kepeduliannya terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Mungkin kita melihat potret pendidikan yang memadai, tapi di sisi lain banyak siswa yang harus berjuang menuntut ilmu. Terlebih, kita akan belajar menghargai dan bersyukur,” jelas Izzah.
Karina menuturkan bahwa selama ia menjadi relawan, ia tidak mengambil keuntungan materil sedikitpun. “ menjadi relawan itu panggilan hati, nggak bisa dipaksakan. Memang nggak mendapatkan apa-apa, tetapi jadi seneng melihat orang lain merasa senang terhadap apa yang sudah saya lakukan. Dan merasa bermanfaat karena sudah memberi materi pendidikan, jadi lebih ke kepuasan di jiwa,” pungkasnya. (Lajeng Padmaratri)
Editor: Derry Nur Hidayat
Tulis Komentarmu