Saatnya Menjadi Mahasiswa Melek Politik
Suasana pemilihan umum raya 2017 di Kampus Babarsari. (Foto: Lajeng) |
Memasuki tahun politik, banyak orang mulai melek politik. Dari mulai pegawai, pedagang, hingga kalangan mahasiswa. Namun, rupanya bagi salah seorang dosen di FISIP, mahasiswanya masih kurang tertarik dengan dunia politik.
“Namanya FISIP, emang harusnya tahu tentang ilmu-ilmu sosial dan teori-teori politik. Apalagi khususnya Ilmu Komunikasi, harusnya paham,” papar Kurnia Arofah selaku dosen Ilmu Komunikasi. Ia menambahkan bahwa ada mata kuliah yang menuntut mereka untuk melek politik.
Ia menyayangkan jika dalam praktiknya kebanyakan anak didiknya lebih banyak yang terjun ke dunia event organizer dan musik. “Selama ini yang saya lihat anak Ilmu Komunikasi jarang tertarik politik, kalau demo jarang, kecuali yang ho'oh banget. Lebih banyak suka dunia yang pragmatis kaya EO, seneng-seneng, musik. Harusnya mahasiswa Komunikasi tertarik sama politik,” terangnya saat ditemui Rabu (31/10).
Meski begitu, dosen muda ini merasa tidak bisa menyalahkan siapapun. Ketidakpedulian orang akan politik bisa terjadi karena memang dilandasi ketidaksukaan, atau ketika akan menyampaikan pendapat merasa pesimis karena kemungkinan kecil yang mau mendengarnya.
Upaya Kurnia selama ini yaitu mengajak mahasiswanya untuk tak lupa memilih pemimpin melalui pemilu. “Saya selalu bilang, sebenarnya sama aja, silahkan pilih yang menurut Anda menimbulkan kerugian paling sedikit untuk negara. Semua politisi pasti merugikan negara, pilih yang paling sedikit yang mana.” ujarnya.
Senada dengan dosennya, Rayhan Naufal Asyrafi, salah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi 2016 mengatakan bahwa mahasiswa wajib melek politik. “Secara nggak langsung wajib melek politik. Kita hidup pasti butuh untuk menguasai suatu power,” jelas mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik itu.
Sementara itu, kawannya, Mufqi Rafif menilai mahasiswa setidaknya cukup paham politik dengan hanya sekedar tahu tanpa harus ikut campur. Menurut mereka berdua, peduli politik adalah pilihan dari pribadi masing-masing. Setiap orang memiliki pilihan dan pandangan politik sendiri.
Indonesia tahun ini sudah memasuki dalam tahun politik. Setiap orang yang masuk dalam daftar pemilih tetap mempunyai hak suara. Mereka bebas untuk memilih siapa pun calon yang sudah ditetapkan. Perbincangan politik semakin gencar ditambah maraknya isu hoax beredar di lingkungan masyarakat.
Mufqi berpendapat dalam menghadapi isu tersebut kita sebagai mahasiswa harusnya lebih bisa menyaring informasi. “Sebagai mahasiswa harus lebih pinter, mana hoax, mana bukan, dan bagaimana menyikapinya,” katanya.
Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Rayhan yang mengajak generasi muda untuk belajar. “Lu pada belajar, tingkat literasi diperluas, sebagai generasi muda jangan sampai termakan,” ajaknya. Ia berharap semoga masyarakat kita segera maju ke tingkat literasi selanjutnya. (Ida Nur Apriani)
Editor: Lajeng Padmaratri
Tulis Komentarmu