Tekan Penurunan Omzet, Pengelola Galeri Ikuti Tren Pasar
Kerajinan gerabah. (Foto: Diva Arifin) |
Meski Kasongan merupakan sentra kerajinan gerabah, seiring dengan berkembangnya jaman, produk yang dihasilkan tidak hanya dari yang berbahan baku tanah liat, namun banyak juga yang berasal dari kayu, akar pohon, dan yang baru-baru ini adalah fiber cement.
Beragamnya bahan yang digunakan ini bukan tanpa sebab. Pengelola Kaboel Craft, Agung menuturkan hal ini diterapkan supaya tidak tertinggal oleh pesaing. “Untuk produk-produknya kita juga tidak terlalu idealis, kalo pasar sekarang ada tren ya kita ngikutin dan perkembangannya seperti apa kita juga harus ngikutin. Kita sadar nggak bisa buat memengaruhi pasar, karena lingkup kita cuma kecil,” tutur Agung.
Belum selesai perihal tren pasar, pemilik dan pengelola galeri juga masih harus berhadapan dengan persaingan yang sangat ketat dari sesama pemilik dan pengelola galeri lain yang ada di Desa Wisata Kasongan. Pada tahun 2013 saja sudah tercatat sebanyak 213 galeri yang ada di Kasongan dan terus bertambah setiap tahunnya. Maka mau tidak mau pemilik dan pengelola harus lebih bisa lebih kreatif dalam hal desain maupun menambah jaringan pembeli agar mampu bersaing dengan galeri lainnya.
Perlu ikuti tren pasar. (Foto: Diva Arifin) |
“Memang dalam hal UMKM kaya gini harusnya orang yang berkompeten di bidangnya, apalagi di Desa Kasongan ini nggak bisa kalo ngandelin koperasi karena nggak ada manajeman yang pasti dan nggak pernah ada pertemuan setiap bulannya. Jadi kita di sini individu (untuk pengembangannya, red),” ungkap Sukarman, pengelola Suryono Handicraft.
“Sebenarnya orang-orang sini banyak yang berpengalaman dalam bidang ini, tapi kan dia nggak mau istilahnya untuk mengumpulkan orang-orang yang berpotensi untuk kerjasama dan maju bersama,” sambungnya.
Perlu Kebijakan Pemerintah
Menurut kedua pengelola galeri ini, dalam beberapa tahun terakhir grafik penjualan kerajinan di Kasongan mulai menurun. Banyak faktor ditengarai jadi penyebabnya. Selain keharusan pemilik galeri untuk bisa mengikuti tren yang ada saat ini, jumlah galeri yang semakin banyak bahkan pergeseran pariwisata di Yogyakarta sekarang yang lebih condong ke wisata alam di Gunung Kidul dengan pantainya, di Sleman dengan Gunung Merapi-nya, bahkan di Bantul sendiri dengan perbukitan yang sekarang sedang hit di kalangan para wisatawan domestik atau mancanegara.
Hal ini tidak terlepas dari promosi yang gencar dilakukan Dinas Pariwisata daerah terkait. Agung menilai promosi yang dilakukan seolah tidak seimbang. Menurutnya yang dipromosikan oleh pemerintah daerah hanya tempat wisata alam yang baru saja dibuka tanpa ada promosi kepada tempat wisata yang lama seperti Desa Wisata Kasongan. Hal ini mempengaruhi jumlah wisatawan yang datang ke Kasongan, selain dari usaha untuk mempromosikan produk masing-masing.
Beberapa kerajinan yang ditawarkan di Kasongan. (Foto: Umar Abdul Aziz) |
Agung mengharapkan adanya campur tangan dari pemerintah daerah agar dapat membantu para pemilik galeri yang ada di Kasongan supaya dapat bersaing dengan tempat wisata baru yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Upaya ini untuk meminimalisir pendapatan para pemilik galeri agar tidak terus menurun tiap tahunnya atau bahkan sampai gulung tikar, karena di galeri-galeri yang ada di Kasongan juga banyak yang menggunakan tenaga kerja asli dari desa Kasongan. Umumnya mereka memperoleh upah dengan kisaran Rp60.000 hingga Rp70.000 setiap 8 jam kerja per harinya. (Diva Arifin, Umar Abdul Aziz)
Editor : Lajeng Padmaratri
Tulis Komentarmu