Intip Keseruan Hari Ketiga JAFF’13 di JNM
Suasana JAFF'13 di hari ketiga (Foto: Laras) |
YOGYAKARTA, SIKAP – Moviefreak, pasti sudah tidak asing lagi dengan event film terbesar satu ini. Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) kali ini, pada usianya yang ke-13, mengusung tema ‘Disruption’ sebagai bentuk tindakan terhadap perubahan yang sedang melanda benua Asia melalui film. Festival film internasional ini berlangsung dari tanggal 27 November – 4 Desember 2018 yang berlokasi di tiga tempat, yaitu Jogja National Museum (JNM), Empire XXI, dan Cinemaxx Lippo Plaza Jogja.
Di hari ketiga perhelatan JAFF’13 (29/11), Lembaga Pers Mahasiswa ‘SIKAP’ berkesempatan untuk menghadiri dan meliput serangkaian kegiatan JAFF yang dilaksanakan di JNM. Nah, Ada apa saja sih kegiatannya? Dan bagaimana keseruannya?Yuk, Ikuti terus perkembangannya!
Dibuka dengan Diskusi Ruang Pemutaran Alternatif
Sebanyak 15 komunitas penggiat film di seluruh Indonesia mengikuti diskusi yang diadakan pada Kamis pagi itu di Pendopo Ajiyasa, JNM dengan mengundang Lija Anggraheni dari Yayasan Sinema Yogyakarta, Rachma Safitri dari Kampung Halaman, dan Budiman Setiawan dari Sinema Kolekan sebagai panelis serta Arief Akhmad Yani sebagai moderator. Sesuai dengan tajuknya, diskusi tersebut membahas tentang kondisi ruang pemutaran film alternatif bersama komunitas, terutama di era disrupsi saat ini. Banyaknya film yang tidak bisa menembus layar lebar maupun seleksi festival film, menjadikan peran ruang pemutaran alternatif sangat penting terhadap keberlangsungan sebuah komunitas film.
Pemutaran Enam Film Komunitas dalam FORKOM (Forum Layar Komunitas 2)
Layar Komunitas, yang berintegrasi dengan Forum Komunitas, merupakan ruang yang disediakan untuk film-film pendek yang belum lolos tayang di kompetisi festival. Tahun ini, ada 15 film pendek dengan genre dan gaya beragam yang akan diputarkan pada program layar komunitas. Beberapa diantaranya adalah Perayaan Ulang Tahun Siti Supadjar (Arief Budiman), Mamam (Ivo Saka Yuvens), Sepiring Bersama (Muhammad Heri Fadli), Gejog (Christian Banisrael), Blues Sode On The Blue Sky (Rachmat Hidayat Mustamin), dan We Have No Idea (Aco Tenriyagelli). Selama 120 menit, penonton dari berbagai komunitas dan umum disuguhkan enam judul film tersebut serta diberikan kesempatan untuk bertanya langsung kepada para sineas yang bersangkutan mengenai proses produksi film dan lainnya.
Pembicara JAFF'13 (Foto: Melvin) |
Launching Program LA Indie Movie dan Meet Up dengan Para Produser
LA INDIE MOVIE atau yang disebut LAIM adalah wadah bagi para pembuat film muda dari seluruh Indonesia yang tertarik dengan film pendek dan konten kreatif sejak tahun 2007. Kegiatan ini banyak menghasilkan professional di dunia perfilman Tanah Air. Pada tahun 2018, mereka berkumpul kembali melalui Lingkar Alumni Indie Movie (LAIM). Fokus dari LAIM adalah memperkenalkan tentang pembuatan film, mulai dari cerita sampai profesi yang terlibat di dalamnya, dan memberikan kesempatan generasi muda untuk terlibat dalam dunia film independen, khususnya film pendek dan mempromosikan bakat-bakat yang muncul, beserta karya - karyanya.
Pada tahun 2018, LA Indie Movie hadir kembali untuk menyapa komunitas film maupun pembuatan film muda di film festival terbesar di Indonesia, Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Melalui LAzone.id sebagai wadah informasi tentang gaya hidup/ life style,kreatifitas, entertainment, dan komunitas dari sisi 'see things differently' memberikan tempat untuk berkarya dan berkreatifitas bagi penikmat, pecinta, dan pembuatan film, khususnya kaum muda atau generasi milenial.
Pada tahun ini, JOGJA-NETPAC menghadirkan Ifa Isfansyah, Ismail Basbeth, dan Adhyatmika selaku produser yang akan terlibat dalam program LA Indie Movie 2019. Program diskusi Bersama meraka dilakukan pada tanggal 29 November 2018 di Pendopo Ajiyasa, Jogja Nasional Museum. Rangkaian diskusi akan dilanjutkan pada tanggal 2 Desember 2018 di tempat yang sama dengan tajuk Short Movie in Digitasl Platform. Disini, akan membahas tentang bagaimana teknologi digital yang terus berkembang membuka peluang dan tantangan baru dalam distribusi perfilman.
Selain itu, LAIM juga akan menghadirkan program-program seru lain mengenai pembuatan film dan festival. Salah satunya adalah program Story Competition, yaitu kompetisi untuk mencari ide-ide cerita yang unik dan memiliki potensi sinematik untuk dikembangkan menjadi skenario film pendek. Cerita yang dikirim harus mengusung tema “Viral”. Tiga cerita terbaik yang terpilih akan difilmkan menjadi film pendek oleh ketiga produser tersebut.
Lalu, ada pula Talent Scouting, yaitu pencarian bakat baru untuk profesi sutradara,cameraman, art director, dan editor melalui audisi terbuka yang dapat diikuti di festival ‘MOVIELAND’ di kota masing-masing. Hasil karya film pendek ini akan didistribusikan melalui festival dan digital platform; Iflix, Viddsee, dan lainnya.
Pendaftaran telah dibuka sejak Kamis, 29 November 2018. Bagi sahabat SIKAP yang tertarik mengikuti kompetisi tersebut dapat membuat ide cerita beserta sinopsis dan karakter tokoh. Kemudian, presentasikan ide ceritamu dengan mengunggah video berdurasi 1 menit ke akun Instagram dengan hashtag; #FilmGueViral #LAIndieMovie2019. Jangan lupa untuk kirim hasil karyamu ke lazone.id/laindiemoviesampai paling lambat tanggal 15 Maret 2019.
Nobar Lagi
Open Air Cinema 2 menutup serangkaian acara JAFF pada hari ketiga. Film yang diputar adalah Ayo Dolen (2017) karya Muhammad Rosyid dan Sesat (2018) karya Sammaria Simanjuntak. Ayo Dolen mengisahkan tentang seorang anak kecil bernama Anton yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dibandingkan anak-anak seusianya. Sampai pada suatu ketika, Anton penasaran tentang hari kiamat. Rasa penasaran itu dipicu oleh acara televisi yang ditontonnya, serta ceramah pak ustad usai salat subuh yang membuat ia semakin bingung memikirkan bahwa kiamat akan segera datang. Anton berpikir bahwa ia harus menghabiskan waktu sebanyak mungkin untuk bermain sebelum hari kiamat tiba, meskipun ia tidak pernah benar-benar tahu seperti apa hari kiamat itu.
Sementara itu, Sesat bercerita tentang Amara dan keluarganya. Setelah Papa mereka meninggal, Amara, mama, dan adiknya terpaksa pindah ke rumah opa yang berada sebuah desa terpencil di tengah hutan. Amara merasa janggal dengan desa ini. Semua penduduknya orang tua. Setiap matahari terbenam, semua serentak keluar rumah membawa sajen sambil mengucapkan mantra mengerikan. Ternyata di desa itu, ada sumur keramat yang dihuni Setan Beremanyan. Setan itu dapat mengabulkan permintaan. Amara membuat permohonan untuk bisa mengobrol dengan almarhum papa dan melakukan ritual memanggil Beremanyan. Bukan mengabulkan permintaan, Beremanyan malah mencelakai semua orang yang dicintai Amara. (Melvindy Kuswanto, Laras Dika Yolanda)
Editor: Ganisha Puspitasari
Tulis Komentarmu