Swing Voters, Masih Menjadi Permasalahan Besar Pemilu
Ilustrasi: Kedaulatan Rakyat |
Pemilu 2019 tinggal menghitung hari. Berbeda dari sebelumnya, kali ini pemilihan presiden
dan anggota legislatif dilakukan secara serentak pada 17 April 2019.
Namun, partai politik dan para calon kandidat saat ini masih memiliki PR besar. Salah satunya menggaet suara swing voters.
Mengingat jumlah kelompok swing voters
yang ditaksir mencapai 40% dari total pemilih yang ada, mau tidak mau pihak
penyelenggara maupun terkait
harus bekerja ekstra.
Istilah swing voters sendiri merujuk kepada kelompok
masyarakat yang belum menentukan
pilihan. Pentingnnya meraup suara
dari kelompok swing voters tentu
tidak tanpa alasan. Mereka berada pada masa
mengambang yang menempati posisi strategis karena belum ada pilihan yang
jelas.
Dilansir dari
bbc.com, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, suara swing voters di dominasi oleh pemilih
pemula. Mereka tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Banten, Jawa Barat,
dan Jawa Tengah kebanyakan merupakan orang-orang yang terdidik sehingga mereka
cenderung bersikap rasional.
“Masih besarnya
angka swing voters setiap kali pemilu
merupakan wujud kegagalan pendidikan politik di kalangan generasi muda.
Pendidikan politik saat ini masih menggunakan cara-cara lama yang dianggap
kurang tepat, di sisi lain secara empiris elit politik juga kurang memberikan
contoh yang baik terkait praktek-praktek politik,” tutur Susilastuti, Dosen Ilmu Politik Universitas
Pembangunan ‘Veteran’ Yogyakarta saat ditemui pada Senin (8/4).
Susilastuti menambahkan
bahwa seharusnya pejabat politik bisa memberikan contoh berpolitik dengan cara
yang santun serta menjalin hubungan dan membuka dialog dengan kelompok
tersebut. Terlebih makin maraknya kasus-kasus yang mencoreng nama para pejabat
politik seperti kasus korupsi, tentu membuat generasi milenial semakin enggan
untuk memilih. Yang terpenting adalah hal tersebut harus menjadi program yang
dilakukan secara kontinu agar mereka mendapat kepercayaan kembali dari
masyarakat.
Pendapat yang sama
juga diutarakan oleh Adhon, mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta sebagai salah satu pemilih
pemula yang masuk dalam kelompok swing
voters. “Menurut pendapatku, yang pertama dari milenialnya sendiri udah
males duluan untuk mencari data-data mengenai kandidatnya. Kedua, pejabat-pejabat publiknya sekarang tidak memberikan
edukasi untuk menunjukkan bagaimana seorang pejabat publik yang baik. Karena
kita memilihpun untuk kemajuan bangsa sendiri,” Adhon juga
mengatakan bahwa para calon pejabat politik harus benar-benar memiliki jiwa
mengabdi sepenuhnya kepada rakyat, bukan haus akan jabatan dan materi. (Hasna
Fadhilah)
Editor: Aqmarina
Laili Asyrafi
Tulis Komentarmu