EPIC: Manajemen Media dengan Passion
Penyampaian materi oleh pembicara (foto: Ida) |
Media merupakan salah satu sarana yang digunakan
masyarakat dalam menyebarluaskan dan mengulik informasi. Euphoria Passion in Communication (EPIC) yang sudah memasuki tahun
ketiga kembali menyelenggarakan workshop
bagi mahasiswa/i, khususnya jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Yogyakarta. Pada
kesempatan kali ini, EPIC mengangkat tema Manajemen Media di Era Industri 4.0
dengan mengundang tiga pembicara ternama. Bagi Agung Purwandono, Fauzi
Rahardian, dan Tovic Raharja, media memiliki manfaat masing-masing di ranah
profesi mereka.
Agung Purwandono dari Kedaulatan Rakyat (KR) Online dalam menekuni profesinya
mengungkapkan bahwa menjadi seorang wartawan harus bisa melihat peluang. “Kalau
belajar menulis jangan hanya menulis berita saja, tetapi juga menulis yang
lain, untuk dunia komunikasi ke depan bukan hanya di media,” tuturnya.
Peluang media di masa depan sangat besar. Menurut
Agung, manajemen media kini sangat luar biasa, dinamis, dan bisa dikelola dengan
mudah. Hal yang perlu dilakukan ialah memberikan pemahaman mengenai manajemen
media era 4.0 ini.
Lain halnya dengan Fauzi Rahardian, pemain balik layar
akun instagram @suaratelfon. Audio visual menjadi pilihan untuk menyalurkan
ide-idenya serta instagram menjadi platform dalam penyebarluasan kepada publik.
Dalam ia mencari voice
over ia akan memulai dengan
mengirimkan voice note terlebih dahulu kepada calon
pengisi suara, kemudian mereka akan membalas dengan kiriman suara pula. “Di
situ aku bisa tahu karakter suaranya gini, jadi aku bisa tahu script apa yang bisa aku kasih ke dia,”
pungkas pria yang pernah menjadi marketing di Swaragamafm ini.
Bekerja di radio membuatnya memiliki kebanggan sendiri
yang tidak ada di platform online, yakni suara, spontanitas, dan
topik obrolan. Ia mengatakan radio masih efektif karena memiliki ciri khas
sendiri dan manusia punya sensor untuk ingat apa yang dia dengan
berbulan-bulan. Banyak cara bagi radio untuk survive, salah satunya dengan branding
menggunakan media online dan
orang-orang yang memiliki passion.
Media juga dimanfaatkan dengan baik oleh salah satu
promotor musik di Yogyakarta, yaitu Rajawali Indonesia. Dalam menyebarluaskan
informasi mengenai event musik yang mereka selenggarakan, platform seperti
radio, media massa cetak dan online, media sosial menjadi perantaranya dengan
publik.
Rajawali Indonesia tidak asal menyelenggarakan sebuah
acara musik. Tovic Raharja, selaku Managing
Director Rajawali Indonesia mengungkapkan pada setiap event musik yang diadakan Rajawali, mereka berusaha menyampaikan
pesan. Pesan itu mereka sampaikan dengan media konser musik.
“Kalau di Prambanan Jazz Festival, value besarnya adalah heritage. Ngomongin yang ditahun 2019 ini sasarannya jangkauan yang lebih
luas dan menyasar pada generasi milenial,” pungkasnya.
Line-up artis dan sasaran milenial akan mempermudah campaign heritage lebih tersampaikan
terutama untuk generasi masa kini. Selain heritage,
Rajawali Indonesia juga mengangkat kearifan lokal lewat pasar kangen, serta
mereka bekerjasama dengan seniman-seniman dan mengundang Artjog MMXIX ke Prambanan Jazz Festival.
Passion with Action
Tahu nggak sih
sebenarnya apa itu passion?
“Misalnya aku suka dengan membuat konten. Kalau aku
kerja di bank, aku tetap akan membuat konten, karena passion-ku itu, aku nggak sepenuhnya jadi bankir,” tutur Fauzi
Rahardian.
Ia menjelaskan bahwa passion itu adalah gairah, sesuatu yang dikejar tetapi tidak
membuat capek, yang bikin kita nggak masuk akal.
Agung Purwandono juga mengungkapkan hal yang sama.
Dalam menekuni gairah ini harus disertai tindakan. Ketika bekerja dibidang
menulis, tidak ada alasan untuk ‘mager’
atau ‘nggak mood’ menulis. Kita harus
bisa konsisten dan terus berkembang karena dapat menguatkan passion. Seperti
kata Ridwan Kamil, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar.
“Passion no
action nggak bisa berkembang di dunia industri,” papar pimpinan redaksi KR
Online.
Memiliki latar belakang pustakawan yang jauh dari event tidak membuat Tovic Raharja putus
asa. Keinginan menguasai public speaking
dan bertemu orang banyak ia wujudkan dengan bekerja part time di sebuah event
organizer. Dari situ, ia bertemu dengan Rajawali Indonesia.
Ketika Tovic menjalani kuliah pustakawan, dirinya
berpikir bahwa passion-nya menjadi
tenaga pendidik. Setelah bekerja, Tovic mengaku menikmati proses di Rajawali
Indonesia dengan hati senang, segala hal tentang event menjadi passionnya saat ini.
“Passion
adalah proses yang kalian cintai, apapun ilmunya, asal mau berproses kalian
akan menemukan passion sendiri,” ungkapnya yang menjadi penutup pada sesi
pembicara pada EPIC #3. (Ida Nur
Apriani)
Editor: Aqmarina Laili Asyrafi
Editor: Aqmarina Laili Asyrafi
Tulis Komentarmu