Masjid Agung Surakarta, Saksi Bisu Dakwah Islam di Pulau Jawa
Masjid Agung Surakarta tampak depan (foto: Nabila) |
SEBAGAI salah satu kota yang memiliki kesultanan selain Yogyakarta, Solo merupakan daerah
yang memiliki sejarah panjang. Hal tersebut membuat kota ini memiliki beberapa
bangunan bersejarah yang tentunya memiliki kisahnya masing-masing. Salah
satunya adalah Masjid Agung Surakarta yang menjadi saksi bisu penyebaran Agama
Islam di Surakarta.
Masjid ini terletak dekat dengan Alun-Alun Surakarta
dan Kraton Surakarta. Pada awalnya masjid ini dibangun pada era Pakubuwono III
pada tahun 1747. Pembangunan ini melibatkan sultan sebagai pemimpin
pemerintahan dan juga sebagai penyiar Agama Islam. konstruksi masjid
ini terinsprasi dari adanya Masjid Agung demak, yang menyerupai rumah adat jawa. Setelah masjid ini selesai dibangun,
raja-raja berikutnya turut mengembangkan masjid tersebut. Pakubuwono IV
menambahkan serambi pada masjid ini. Kemudian Pakubuwono VI juga mendirikan jam
matahari sebagai penunjuk waktu shalat pada masa itu. Selanjutnya pada era Pakubuwono
X didirikan pula menara yang dahulu berfungsi untuk mengumandangkan adzan.
Selain penambahan bagian-bagian masjid, didirikan pula Madrasah Mam Ba’ul Ulum
untuk mendidik dai-dai, pengurus masjid, dan imam masjid yang menjadi cikal
bakal pesantren di Jawa.
Tidak hanya bangunan yang memiliki sejarah panjang,
masjid ini juga memiliki budaya-budaya yang masih lestari hingga sekarang.
Budaya ini merupakan metode-metode yang dilakukan oleh raja pada zaman dahulu
untuk menyebarkan Agama Islam. Salah satu metode yang digunakan adalah
menggunakan Gamelan. “Gamelan ini merupakan budaya Hindu, agar masyarakat tertarik untuk masuk ke
masjid maka dakwah dilakukan dengan Gamelan.” ungkap Basith, pengurus Masjid Agung Surakarta. Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam
dakwah tersebut bernama Syahadatain, namun dikarenakan pengucapan yang sulit
maka masyarakat menyebutnya dengan Sekaten. (Wan Audri)
Editor: Redemptus Risky, Aqmarina Laili
Tulis Komentarmu