Tarik Pengunjung, Museum Pers Indonesia Agendakan Pameran Rutin
Museum Pers di salah satu sudut Kota Solo (foto: Lili) |
KOTA Solo identik dengan destinasi
wisata Pasar Klewer bagi mereka yang menggemari batik. Namun di sudut lain, Kota Solo memiliki keunikan tersendiri
dengan hadirnya Monumen Pers Nasional. Monumen yang telah berdiri sejak tahun 1978
ini merupakan satu-satunya monumen
khusus pers nasional di Indonesia. Koleksinya meliputi teknologi komunikasi dan
reportase,
seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, dan kentungan besar. Terdapat sekitar 20.000 judul bahan
pustaka di monumen tersebut. 16.000 di antaranya
berupa buku, selebihnya
berupa koran dan buletin.
Di sana juga terdapat 2 juta eksemplar jejak sejarah pers
yang terdiri dari bukti terbit media massa.
Koleksi di Museum Pers Nasional yang
paling terkenal adalah tas kamera dari wartawan Udin yang tewas akibat dianaya
orang tak dikenal pada tahun 1996.
Selain itu, ada pula baju milik Hendro Subroto, salah satu kameramen TVRI pada
tahun 1964. Koleksi-koleksi yang ada di museum kebanyakan merupakan hibah dari
keluarga atau kerja sama dengan beberapa
media dan wartawan.
Menurut Kuncoro selaku Kepala Bagian
Tata Usaha Museum Pers Nasional,
pengunjung
rata-rata merupakan pelajar dan mahasiswa. Kebanyakan dari mereka
datang secara masal
dalam rangka melakukan perjalanan wisata. “Biasanya kalau mahasiswa datang
kesini untuk mencari data sejarah tentang pers guna tugas akhir mereka.
Beberapa bahkan datang dari luar kota hanya untuk mencari sumber data karena di
Perpusnas sendiri datanya tidak selengkap di Museum ini,” ujar Kuncoro.
Pihak monumen terus melakukan
sosialisasi untuk memperkenalkan
keberadaan Monumen
Pers Nasional.
Pameran
rutin diadakan
selama
enam kali. Dua di antaranya dilakukan di dalam
monumen. Selebihnya, pihak monumen
melakukan pameran kunjungan di beberapa kota di luar Solo. Hal utama yang selalu dilakukan dalam pameran tersebut adalah memperingati Hari
Pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari. Selain itu, Monumen Pers Nasional secara
konsisten menyelenggarakan dialog
budaya
serta mengundang akademisi
dari universitas dan guru untuk datang ke Monumen Pers Nasional, sebagai perantara
informasi mengenai museum kepada mahasiswa dan siswa sekolah. Hal ini dilakukan agar minat masyarakat untuk
mengunjungi museum semakin
meningkat.
Salah satu sudut museum yang sedang direvitalisasi (foto: Hasnah) |
Pada saat reporter
Sikap berkunjung, Museum Pers Nasional tengah direvitalisasi sebagai
upaya untuk meningkatkan sarana prasarana penunjang di dalam museum. Museum
Pers yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia secara langsung ini sama sekali tidak
memungut biaya bagi pengunjung yang datang. “Museum ini semua pembiayaannya
ditanggung oleh APBN, sehingga tidak ada pungutan sama sekali ketika berkunjung
kesini,” Ungkap Kuncoro.
Dapat
dilihat bahwa
jumlah pengunjung yang datang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Ekskalasi jumlah pengunjung terjadi
karena Monumen
Pers Nasional tidak hanya
dijadikan sebagai sarana edukasi dengan berbagai
macam koleksinya, namun juga sarana penunjang yang disediakan, seperti perpustakaan yang
berada di lantai dunia, dimana para pengunjung dapat membaca bahkan meminjam
buku di sana.
Papan baca yang terletak di depan museum pun menjadi salah satu spot yang
paling ramai. Tukang becak, pejalan kaki, dan pengunjung dapat membaca berita teraktual
lewat lembaran koran yang sengaja ditempel di sana.
Satu lagi hal yang unik dari Monumen Pers Nasional, pihak monumen bahkan
menyediakan air minum gratis bagi pengunjung. Terkesan sepele, namun hal kecil
seperti itu secara tidak langsung memberikan efek kepuasaan yang lebih kepada para pengunjung. Dengan fasilitas yang ada dan jumlah koleksi bersejarah yang jumlahnya mencapai
puluhan ribu, tak ayal Monumen
Pers
Nasional menjadi tujuan para mahasiswa yang tengah melakukan riset atau
mengerjakan tugas akhir yang berhubungan dengan pers Indonesia selalu datang
kemari. Novelin,
selaku resepsionis di Museum Pers Nasional pun menambahkan. “Ada yang datang ke
Museum Pers Nasional atas dasar rekomendasi dari Perpustakaan Nasional
Indonesia karena jumlah koleksi disini lebih banyak dan lebih lengkap datanya.” tutup Kuncoro. (Hasna Fadhilah)
Editor: Rizky Fabian, Aqmarina Laili
Tulis Komentarmu