Bahas Tuntas A-Z Empat Konsentrasi
Anindyadevi Aurellia |
“Gak mau pilih Jurnalistik soalnya kayanya berat dikejar deadline,”
“Gak bisa desain. Jadi, meskipun tertarik Advertising, coba
konsentrasi lain aja deh!”
“Aku pemalu untuk
bicara didepan orang asing, apalagi kalo jumlahnya banyak,”
“Nanti kalau ambil Broadcast cuma bisa kerja di penyiaran
media aja, dong?”
Jawaban di atas menjadi tanggapan paling banyak dari mahasiswa/i Ilmu Komunikasi
angkatan 2018 ketika ditanya alasan tidak memilih konsentrasi selain yang sudah
diidamkan. Mereka ditanya secara acak dan tidak dalam waktu maupun tempat yang
bersamaan. Namun, bagaimana sesungguhnya mahasiswa/i ketika terjun dalam
konsentrasi tersebut? Tampaknya kita harus membahas satu-persatu.
Ilustrasi Konsentrasi Public Relations. (Dok: Google) |
Sika Harum Al-Humairo' Syafitri, berusaha menceritakan pengalaman saat Ia
akan memilih konsentrasi PR yang bagi keluarganya tidak cocok untuk
kepribadiannya.
“Keluarga merasa aku pendiam, gak
pintar bicara di depan orang. Padahal, dari SMA aku memang ingin belajar kehumasan, gak terpikir
untuk ambil konsentrasi lain. Dari situ aku jadi tertantang untuk membuktikan
kalau aku bisa,” ujar gadis yang baru saja menyelesaikan magang di Ibukota
Jakarta tersebut. Menurutnya, ketika memilih pilihan yang memang diinginkan,
dalam menjalani akan lebih enjoy dan
tidak merasa terbebani. “Tapi, tiap semester pasti ada mata kuliah yang
berat, karena harus praktek langsung sampai menemui client. Iuran dana juga tidak sedikit. Ada mata kuliah Public Speaking yang akan ditemui di
semester 4, Produksi Media dan Studi Kasus PR di semester 5, dan
puncaknya Marketing PR di semester 6. Biarpun sulit, aku jadi bisa
menambah portofolio dalam CV,” cerita mahasiswi semester akhir ini.
Sementara itu, Rimadhani Dwi Nur Windasari atau akrab disapa Winda,
merasa hal sulit yang Ia hadapi di Public Relations adalah bekerja tim.
“Aku ingin melakukan semua sendiri untuk mendapat hasil yang aku ingin.
Jadi, bekerja sama dengan kelompok atau berkumpul dalam membahas sesuatu agak
sulit buatku. Karena harus menyatukan ide dan karakter teman-teman,” ujar
mahasiswi angkatan 2017 ini.
Saat semester 3, Ia sempat mengambil pekerjaan sampingan di suatu restoran.
Baginya, konsentrasi humas memberi pengalaman untuk berkomunikasi dengan orang
banyak. Sebaliknya, pengalamannya dalam bekerja juga memberi hal baru untuk meningkatkan
interaksi dalam perkuliahan.
“Untuk kalian yang ingin memilih konsentrasi humas, pastikan pilihanmu karena memang ingin. Jangan hanya
terpengaruh dari kata orang, pasti kedepannya perkuliahan terasa lebih berat,”
tutup Winda.
Lain halnya dengan Broadcasting yang menjadi konsentrasi paling sedikit
peminatnya. Terhitung pada tahun angkatan 2017, jumlah mahasiswa/i hanya
mencapai 17 orang. Banyak persepsi yang hadir mulai dari ketidakinginan bekerja
di dunia pertelevisian, hingga kurangnya keahlian saat menemui mata kuliah
Dasar-Dasar Broadcasting. Saat muncul tanggapan bahwa memilih penyiaran
itu harus mengerti peralatan produksi, Awaludin Gilang
Ramadan Putra, alumni konsentrasi penyiaran mencoba menjelaskan. “Memang harus memahami peralatan
produksi, tetapi tidak wajib untuk menguasai. Dunia broadcasting itu kompleks, ada banyak bagian dan prosedurnya. Mulai
dari hal yang sangat teknis, sampai hal menuntut otak berfikir kreatif dan
inovatif,” terang Awal, begitu sapaan akrabnya.
Dalam konsentrasi ini akan menemui mata kuliah PPTV (Produksi Program
Televisi). Bagi alumni angkatan 2015 tersebut, mata kuliah PPTV perlu effort tinggi sebab membutuhkan
kerjasama tim serta integritas individu ketika membuat program televisi. Saat
ini, Awal bekerja di KAME Group sebagai Designer
& Content Creator. Meski Ia tidak bekerja di dunia penyiaran, tetapi Ia merasa bisa menerapkan pembelajaran dan
integritas semasa kuliah. “Ubah paradigma kalau broadcast hanya bergelut di dunia TV. Tapi bayangkan kalau konten
dari kalian dapat merubah kondisi suatu bangsa. Kalian bisa ikut andil dalam
bagian produksi konten yang baik, atau bahkan ketika berkaitan dengan
regulasi,” pungkas Awal.
Sementara itu Jihan Hanindita, memilih penyiaran karena memang tertarik dengan mata kuliahnya. Mahasiswi
yang biasa dipanggil Anin ini, membagikan pengalamannya dalam 2 semester
terakhir menempuh konsentrasi penyiaran. “Sangat perlu mengasah kemampuan bekerja teamwork. Karena menghasilkan suatu
program yang harus brainstorming
bersama. Cari sesuatu yang out of the box
sebab jaman semakin maju, dan saingan semakin banyak,“ ungkap perempuan yang
ingin bekerja dalam program acara travelling
tersebut. Menurutnya menjadi penting untuk mengatur ego, sebab hampir semua
produksi dikerjakan secara tim.
Pembahasan berlanjut menuju konsentrasi selanjutnya yakni Jurnalistik.
Dalam angkatan 2017 sebanyak 24 orang memilih konsentrasi ini. Dari tanggapan beberapa dosen, memang
konsentrasi ini selalu stabil dengan jumlah yang tidak banyak dan hanya dibuka
satu kelas saja. Menurut Mufqi Rafif Darmawan, terpaan deadline hingga
kesanggupan memahami referensi karya orang lain, memang jadi hal lumrah di
konsentrasi jurnalistik.
“Tapi, dari semua itu justru membuat hati, fisik, dan kemampuan kita
bertambah dewasa secara tidak sadar. Pernah juga mendapat tanggapan kurang baik
dari salah satu dosen hingga diminta revisi seluruh tulisan, tapi aku
paham semua terjadi karena rasa cinta terhadap mahasiswanya,” tutur Mufqi,
mahasiswa semester akhir tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa Jurnalistik bukan sekedar menulis. Ia bisa bertemu
banyak orang, mulai dari anak punk sampai pejabat, sehingga skill untuk
berkomunikasi sangat penting. Sebab membawa pengaruh terhadap kepekaan
mendeskripsikan cerita dalam tulisan.
Mufqi menuturkan untuk mengasah ketrampilan jurnalistik bisa dilakukan di
mana saja. Ia sering menulis di Instagram, situs
web pribadi, atau membantu teman
menulis sebuah tulisan dalam proyeknya.
“Semua pilihan konsentrasi punya tantangannya masing-masing.
Hal yang membedakan, apakah kamu ikhlas menerima tempaan didalamnya. Kalau sudah
mantap pilih jurnalistik, selamat bertemu dengan dunia yang tidak pernah disangka
sebelumnnya. Selamat datang kedewasaan dan kerendahan hati,” ujarnya.
Salah satu alumni konsentrasi Jurnalistik, Kristi Dwi Utami, turut
membagikan ceritanya semasa kuliah dulu. Bagi Kristi, setiap hari Ia merasa
menemukan pengetahuan baru di dunia jurnalistik. Ia juga tidak menampik bahwa
dosen seringkali memberi tugas yang sulit. “Tapi ternyata ketika bertemu dunia
kerja, permasalahannya lebih rumit. Jadi bersyukur dulu pernah dapat tugas yang
susah,” cerita perempuan yang berprofesi sebagai Wartawan Desk
Nusantara Harian Kompas tersebut.
Saat teman-temannya angkatan tahun 2013 lebih banyak yang memilih
konsentrasi PR, Ia memilih konsentrasi jurnalistik sebab keingintahuan terhadap
cara kerja dan produksi karya jurnalistik. “Kalau bicara tentang deadline,
di dunia kerja pun begitu. Jadi kalau mau pilih jurnalistik harus teguh, tekun,
dan sabar. Hal sulit yang kalian hadapi akan berguna di dunia kerja. Kalian
bisa kerja jadi apa aja, misalnya jadi PR, kalianpun perlu tau seluk-beluk
media, agar sanggup manajemen isu dari perusahaan kalian,” pungkasnya dengan
santai.
Pembahasan terakhir untuk konsentrasi dengan kreatifitas yang tinggi, yakni
Advertising. Terhitung dari angkatan 2017, sebanyak 29 orang memilih
konsentrasi tersebut. Banyak yang berminat dengan konsentrasi ini, namun tidak
sedikit memilih konsentrasi lain karena beranggapan bahwa kemampuan
mendesainnya terbatas. Namun kenyataannya, Nia Siregar, menjadi salah satu
mahasiswi advertising yang mengaku dirinya tidak pandai dalam desain grafis.
“Dua semester terakhir sangat menambah ilmu baru. Aku suka menggambar dan
melukis, tapi aku tidak lancar menggunakan Photoshop dan Corel. Tapi, setelah mendapat mata kuliah komputer grafis
dan desain grafis, aku jadi bisa. Setelah itu ada project kelompok Pimco dan Pita
yang menguras tenaga dan pikiran. Konsentrasi advert buatku menyenangkan meski tetap ada deadline dan
revisi,” kata mahasiswi semester 6 ini.
Zussatya Wijaya, salah satu teman konsentrasinya, ikut menanggapi hal
mengenai kuliah advertising. “Selama 2 semester ini, aku juga senang bisa survive.
Apalagi semester 5 kemarin aku dapat cara branding
diri, membuat suatu agency dengan kerja
tim, dan harus selalu punya ide kreatif,” tambah Tya, begitu akrab disapa.
Jelita S. Putri, adalah salah satu alumni konsentrasi periklanan
yang saat ini bekerja di salah satu Digital Agency
di Yogyakarta. Ia bercerita bahwa dulu teman-temannya dari angkatan 2014 banyak
yang lebih tertarik PR, tetapi Ia lebih tertarik advertising yang
baginya seru. Meskipun gambar dan desainnya dirasa masih biasa saja, namun Ia
memilih apa yang menjadi ketertarikannya.
“Menurutku advertising jadi paket lengkap di Ilmu Komunikasi. Saat membuat iklan, kita juga belajar public speaking untuk bertemu klien. Dalam
konsentrasi
iklan juga ada copywriter untuk belajar membuat tulisan yang menarik dan kreatif.
Membuat iklan konvensional seperti TVC, atau audio visual juga akan menerapkan
ilmu-ilmu dari konsentrasi penyiaran,” jelas perempuan yang bekerja di PT. RWE Bhinda sebagai
Business Strategy tersebut.
Jelita menjelaskan pengalamannya saat Ia mulai mempelajari periklanan
di bangku kuliah. Dalam pandangannya, konsentrasi periklanan
memuat perpaduan antara pengetahuan dan visual karena
harus adanya riset dalam pembuatan iklan. Kemampuan dalam mendesain juga dapat
terasah dengan sendirinya pada mata kuliah grafis yang tersedia untuk wadah
berlatih.
“Itu juga bisa menjadi portofolio kita buat kerja. Kita juga bisa berlatih
mengikuti kompetisi seperti tahunku dulu ada Pinasthika, dengan tema membuat produk domestik vs produk luar
negeri. Jadi bisa menambah pengalaman,” terangnya. Ia pun berpesan agar mahasiswa
tidak perlu ragu ketika ingin memilih konesntrasi advertising, “Karena di advertising
diajarin dari dasar, sejak mata kuliah komputer grafis kita pelajari, sampai ke
pembuatan iklan yang sudah mulai rumit juga diajari,” tutupnya.
Jadi, bagaimana teman-teman? Sudah bisa memantapkan pilihan untuk input KRS
semester 4 besok? Pastinya, pilihlah sesuai dengan keinginan hati dan
ketertarikan. Jangan sampai hanya memilih berdasarkan ikut-ikut teman, atau
mendengar kabar-kabar yang hanya berdasar “katanya”. Semoga sukses untuk kita
semua! (Anindyadevi Aurellia)
Editor: Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori
Tulis Komentarmu