Blade Runner, Kemanusiaan di Masa Depan
Poster Film Blade Runner (Sumber: Google) |
Kita baru saja mengawali tahun 2020
dan mengakhiri dekade 2010-an. Tentu, banyak perubahan yang terjadi di dunia
baik dari sisi teknologi, sosial, politik, budaya, dan lain sebagainya.
Perkembangan teknologi yang amat pesat di abad ke-20 membuat banyak orang
memiliki gagasan-gagasan liar mengenai seperti apa dunia ini di masa depan.
Salah satunya adalah melalui media hiburan, seperti film. Salah satu film itu
adalah Blade Runner, film yang dirilis untuk pertama kali pada tahun 1982. Merupakan
adaptasi dari novel berjudul Do Androids Dream of Electric Sheep? karya
Philip K. Dick. Disutradarai oleh Ridley Scott, film ini hadir dalam beberapa
versi rilisnya, seperti theatrical cut, director’s cut, dan final
cut. Namun, disini kami akan mengulas versi director’s cut dan final
cut yang sesuai dengan visi sang sutradara.
Film ini berlatar di Los Angeles,
November 2019. Menceritakan tentang seorang polisi bernama Rick Deckard yang
sudah keluar dari tugasnya, namun kembali ditugaskan untuk mengeksekusi mati,
atau dalam film ini lebih disebut dengan “memensiunkan” para replikan. Replikan
adalah droid hasil buatan Tyrell Corporation yang digunakan untuk membantu umat
manusia. Replikan sudah mencapai versi yang cukup tinggi, yaitu Nexus 6.
Replikan ini unggul dalam kekuatan dan kecerdasan yang setara dengan manusia. Mereka
ditugaskan dalam misi-misi berbahaya yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia,
salah satunya adalah menjelajah planet lain dan membentuk koloni disana. Suatu
ketika, para replikan ini melakukan pemberontakan. Hal itu membuat status
mereka ilegal untuk tinggal di bumi, namun ada beberapa replikan yang berhasil
lolos dan melarikan diri. Replikan yang tersisa ini harus dipensiunkan. Pasukan
khusus polisi yang bertugas untuk memensiunkan para replikan ini dikenal dengan
nama Blade Runner.
Rick Deckard (Harrison Ford) mendapat panggilan untuk kembali bertugas saat ia sedang makan di sebuah warung makan Cina. (Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Film_noir) |
Di film ini, tahun 2019 digambarkan
sangat futuristik. Mobil yang dapat terbang sudah menjadi transportasi yang
umum disana. Perkembangan kecerdasan buatan semakin pesat bahkan perusahaan
besar yang menciptakan replikan, Tyrell Corporation, sudah mulai mengembangkan
replikan yang memiliki emosi, dengan memasukkan implan memori seseorang ke
dalam pikiran mereka. Salah satu replikan pertama yang memiliki memori masa
lalu adalah Rachael, yang kemudian dapat membuat Deckard mencintainya di sepanjang
film ini.
Rick Deckard digambarkan selalu resah
di sepanjang misinya. Ia dihadapkan berkali-kali oleh kenyataan bahwa nilai kemanusiaan
sudah tidak ada lagi atau sudah jarang ditemui di masa itu. Ketika Deckard
menembak mati replikan pertama yang menjadi buron, tak ada seorangpun yang
memedulikannya, kendati ia membunuhnya di tempat terbuka yang ramai akan
lalu-lalang manusia. Ekspresi Deckard yang cenderung hampir datar namun
terlihat gundah di sepanjang film menunjukkan betapa Deckard tak ingin kembali
pada pekerjaan yang membuat ia kembali mempertanyakan moralnya.
Sosok Roy Batty, yang diperankan oleh Rudger Hauer. (Sumber: https://www.popularmechanics.com/culture/movies/a28496339/rutger-hauer-death/) |
Di penghujung akhir film, kita akan
dibuat tegang ketika pemimpin replikan, Roy Batty, akhirnya bertemu dengan
Deckard di sebuah apartemen besar milik J.F Sebastian, salah satu desainer gen
untuk replikan. Roy memberikan beberapa ‘tamparan’ keras bagi Deckard, tentang
tindakannya yang tidak manusiawi itu. Roy sengaja membiarkan Deckard melarikan
diri dan bersembunyi darinya, sampai akhirnya, aksi kejar-kejaran mereka
berakhir di atas atap gedung, dengan Deckard yang sudah putus asa dan hampir
terjatuh, namun Roy malah menyelamatkannya. Dari situ, Roy sudah membuktikan
pada manusia bahwa replikan pun punya empati dan kehendak bebas layaknya
manusia pada umumnya, sembari memberikan beberapa bait sajak.
Blade Runner berusaha mendefinisikan
apa itu manusia dan bagaimana agar suatu makhluk itu bisa dikatakan manusia tanpa
berusaha terlalu memaksa. Apakah manusia itu mengacu kepada fisik semata,
ataukah hal yang lebih substansial? Walaupun Roy digambarkan sebagai pribadi
yang penuh dendam disini, bahkan sempat membunuh Tyrell, namun ia masih dapat
merasakan empati, ketika teman-teman replikan lainnya, dibunuh oleh Deckard.
Replikan ini merasa mereka hanya dijadikan budak yang dapat dieksekusi kapan
saja tanpa adanya hak perlindungan hukum yang sama seperti manusia. Sebagian
besar tema film ini mencerminkan motto Tyrell Corporation, yaitu menciptakan
replikan yang “lebih manusiawi daripada manusia.”
Secara teknis, film ini digarap
dengan luar biasa. Sinematografinya memanjakan mata dengan tampilan warna yang dominan
biru kehijau-hijauan. Walaupun film ini tergolong sudah lawas, presentasi
visualnya sangat bagus dengan menunjukkan suasana Los Angeles di masa depan
yang dipenuhi dengan gedung-gedung pencakar langit dan mobil-mobil yang lalu
lalang di udara. Scoring musiknya terasa lembut namun kelam, sesuai
dengan mood film ini. Pemeran Rick Deckard, Harrison Ford, memainkan perannya
dengan baik sebagai pribadi yang dilanda krisis moral seperti halnya film-film
bergenre noir terdahulu. Begitupun dengan Rutger Hauer yang berperan sebagai
Roy Batty. Ia dapat menunjukkan karakternya yang penuh dendam, mengintimidasi,
dan tidak terduga hanya dengan ekspresi dan gerak tubuh yang tidak terlalu
berlebihan. Selain itu, karakter Rachael yang diperankan oleh Sean Young juga
mendukung dalam naik-turunnya emosi Deckard dan juga penonton.
Blade Runner bukanlah film dengan
phasing cepat macam film blockbuster. Namun, bila kalian ingin menikmati sebuah
film yang terbungkus rapi baik dari sisi penceritaan maupun teknis, film ini
adalah salah satu rekomendasi bagi kalian. Meskipun prediksi masa depan di film
ini kurang tepat dan agak berlebihan, namun nilai yang terkandung di film ini
sangat dalam dan menarik untuk didiskusikan. Film ini juga sudah menelurkan sequel-nya
yang tayang pada tahun 2017, yaitu Blade Runner 2049, yang juga digarap apik
secara cerita dan cantik secara visual. (Fachri Ernanda Ramadhan)
Editor: Muhammad Hasan Syaifurrizal Al-Anshori
Tulis Komentarmu