Pancasila dan Fakta Sejarahnya
Beberapa perubahan rancangan Garuda Pancasila (SUmber: Merdeka.com)
Tepat pada hari ini, 1 Juni diperingati sebagai Hari
Lahir Pancasila. Dirumuskan pada sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), 29 Mei - 1 Juni 1945 di Gedung Chuo Sangi In, Jakarta.
Penetapan tanggal 1 Juni tersebut merupakan gagasan yang dikemukakan oleh Bung
Karno mengenai dasar negara. Nama Pancasila pun kemudian langsung diterima
secara aklamasi oleh anggota sidang.
Pasca penentuan nama, dibentuklah Panitia Sembilan yang bertugas
untuk merumuskan ulang dasar negara berdasarkan gagasan Bung Karno.
Panitia
Sembilan berhasil merumuskan naskah Rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar yang dikenal dengan
Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Pada
akhirnya, tanggal 18 Agustus 1945, UUD 1945 secara sah ditetapkan sebagai
konstitusi negara yang pada pembukaannya memuat kelima sila Pancasila. Tidak hanya
itu, Pancasila juga memiliki beberapa fakta menarik yang mungkin belum anda
ketahui sebelumnya, diantaranya :
1. Hasil Perenungan Bung Karno Ketika Diasingkan
Sebelum
berada dalam masa pengasingan (1934 – 1938),
Bung Karno sempat berada
di Penjara Sukamiskin.
Pergerakannya bersama para rekan merupakan
alasan kuat Belanda mengasingkannya di sana. Hal ini sengaja
dilakukan guna memutus hubungan Bung Karno dengan para loyalisnya. Selama pengasingan di Ende, rumah
Abdullah Ambuwawu dijadikan sebagai tempat tinggal Bung Karno bersama Inggit
Garnasih (istrinya),
Ratna Djuami (anak angkat),
dan Ibu Amsi (mertuanya).
Kehidupan
Bung Karno saat itu sangat
sederhana. Dia memiliki sedikit akses untuk berkorespondensi selama di
pengasingan. Kendati keadaan membuatnya tertekan, tetapi dia tetap semangat melakukan perjuangan.
Bahkan, Bung Karno mampu
berpikir lebih dalam tentang banyak hal. Tidak hanya itu, dia juga memanfaatkan masa pengasingan tersebut dengan mempelajari agama Islam lebih
dalam.
Pluralisme pun dipelajari
dengan melalui
perbincangannya dengan pastor di Ende. Ada juga kegiatan lain seperti melukis dan menulis naskah drama pementasan. Kota
ini pula yang dapat dikatakan sebagai tempat lahirnya Pancasila.
Bung Karno merenungkan
gagasannya di wilayah Indonesia Timur tersebut. Dengan santai duduk di sebuah batu di
bawah pohon sukun. Di sana, Bung Karno seringkali merenungi
persoalan dasar negara. Kini lokasi itu diabadikan dengan nama Taman Perenungan
Bung Karno, lengkap dengan patungnya yang sedang menghadap laut.
2. Alasan Burung Garuda jadi Lambang Negara
Lambang Pancasila
yaitu burung Garuda merupakan rancangan dari Sultan Hamid II melalui sayembara
yang diadakan Presiden Soekarno. Lambang Garuda sempat mengalami beberapa
perbaikan sebelum akhirnya pada tanggal 20 Maret 1950 disetujui oleh Ir.
Soekarno. Rancangan tersebut merupakan gambar burung Garuda yang kita lihat
sampai saat ini.
Burung Garuda
sebenarnya adalah kendaraan Dewa Wisnu, yang merupakan dewa dalam ajaran agama
Hindu. Burung Garuda sebenarnya sudah ada dalam cerita-cerita zaman dulu.
Seringkali digambarkan bahwa Garuda merupakan kendaraan kuat dan tangguh. Dalam
mitologi Hindu, sosok Garuda diceritakan sangat menyayangi dan selalu berusaha
untuk melindungi sang ibu. Sampai akhirnya Garuda dipertemukan dengan Dewa
Wisnu yang akan memberikan amerta sari (air suci) jika ia mau menjadi
tunggangan Dewa Wisnu.
Amerta sari adalah
air yang bisa memberikan kehidupan abadi. Ini adalah salah satu syarat yang
harus dipenuhi Garuda untuk membebaskan ibunya. Sikap Garuda yang gigih dan
tangguh ini menginspirasi Ir. Soekarno untuk menjadikan burung Garuda sebagai
lambang negara. Dengan harapan agar rakyat Indonesia memiliki semangat yang
kuat untuk membebaskan ibu pertiwi dari para penjajah.
3.
Dasar
Penetapan Satu Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila
Presiden Joko Widodo menetapkan Hari Kelahiran Pancasila pada 1 Juni. Penetapan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Dalam Perpres tersebut, pemerintah memberikan sejumlah pertimbangan.
"…Bahwa rumusan Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945 yang dipidatokan Ir. Soekarno, rumusan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 hingga rumusan final tanggal 18 Agustus 1945 adalah satu kesatuan proses lahirnya Pancasila sebagai dasar negara," demikian yang tertulis dalam peraturan tersebut.
Lalu, mengapa hari lahirnya Pancasila tidak ditetapkan pada 18 Agustus? Alasannya, jika merujuk pada pertimbangan Perpres, pada 18 Agustus 1945 negara sudah menetapkan hari itu sebagai hari Konstitusi Republik Indonesia yang ditandai mulai berlakunya UUD 1945. Sementara itu, seluruh nilai-nilai Pancasila terdapat dalam bagian pembukaan 1945 tersebut. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, diadakan rapat lagi untuk menyusun ketatanegaraan agar Republik Indonesia bisa diakui secara de facto.
Maka dari itu, beberapa poin
penting yang disahkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
18 Agustus 1945 adalah penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi; mengangkat
Soekarno-Hatta menjadi presiden dan wakil presiden; membentuk Komite Nasional;
dan pembagian wilayah Indonesia yang terdiri dari delapan provinsi. Sehingga,
pemilihan hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945, kembali merujuk pada
munculnya nama Pancasila yang merupakan usulan Soekarno dalam sidang BPUPKI.
4.
Hari
Lahirnya Pancasila Baru Pertama kali Diperingati Setelah 19 Tahun
Dikutip dari
Historia.id, menurut sejarawan Peter Kasenda dalam buku Bung Karno Panglima
Revolusi, pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 berjudul Lahirnya Pancasila diterbitkan
Departemen Penerangan pada 1947. Sebelas tahun kemudian, Presiden Soekarno akhirnya
memberikan kursus-kursus di Istana Negara Jakarta dan kuliah umum pada Seminar
Pancasila di Yogyakarta. Kumpulan materi kuliah dan seminar beserta pidato
Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 dikumpulkan dalam buku berjudul Pancasila sebagai Dasar Negara.
Awalnya Soekarno
merasa cukup dengan kursus atau rapat-rapat umum dalam mengampanyekan
Pancasila. Namun, ia kemudian tersentak oleh pernyataan D.N. Aidit, ketua CC Partai
Komunis Indonesia. Pada awal Mei 1964, Aidit membuat pernyataan mengejutkan
yang mempertanyakan Pancasila sebagai dasar negara. Dalam pidato berjudul Berani,
Berani, Sekali Lagi Berani, Aidit mengatakan, “Pancasila mungkin untuk
sementara dapat mencapai tujuannya sebagai faktor penunjang dalam menempa
kesatuan dan kekuatan Nasakom. Akan tetapi begitu Nasakom menjadi
realitas, maka Pancasila dengan sendirinya tak akan ada lagi.”
Menurut Ganis
Harsono, juru bicara departemen luar negeri pada saat itu, Soekarno
mungkin sangat terpengaruh oleh sikap Aidit yang menyelewengkan Pancasila.
Oleh karenanya, tiba-tiba presiden menuntut diadakannya acara peringatan
hari lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1964 sebagai bentuk
penegasan.
“Hari itu adalah
hari ulang tahun kesembilan belas Pancasila. Banyak kalangan
yang menganggap aneh karena hari itu diperingati falsafah negara Indonesia
secara resmi untuk pertama kalinya,” kata Ganis dalam memoarnya, Cakrawala Politik Era Soekarno.
Hari Lahir
Pancasila diperingati untuk pertama kalinya dengan upacara kenegaraan di Istana
Merdeka. Slogan yang dipilih adalah Pancasila Sepanjang Masa. Pada kesempatan
tersebut, Soekarno menguraikan kembali bagaimana dulu dia merumuskan Pancasila.
5.
Pelarangan Peringatan Hari
Lahirnya Pancasila
Sejak 1 Juni 1970,
Komando Operasi Pemulihan Keamanan
dan Ketertiban (Kopkamtib) melarang peringatan lahirnya
Pancasila. Pada 22 Juni di tahun yang sama, mantan Presiden Soekarno wafat.
Kontroversi lahirnya Pancasila dimulai pada awal Orde Baru dengan terbitnya
buku tipis Nugroho Notosusanto berjudul Naskah Proklamasi jang Otentik dan
Rumusan Pancasila jang Otentik (Pusat Sejarah ABRI, Departemen
Pertahanan-Keamanan, 1971).
Dalam buku itu,
Nugroho mengatakan bahwa ada empat rumusan Pancasila. Keempatnya adalah rumusan
yang disampaikan Muh. Yamin (29 Mei 1945), Soekarno (1 Juni 1945), berdasar
hasil kerja Tim Sembilan yang dikenal sebagai Piagam Jakarta (22 Juni 1945),
dan sebagaimana yang tertulis dalam UUD 1945 (18 Agustus 1945). Menurut
Nugroho, rumusan Pancasila yang otentik adalah rumusan 18 Agustus 1945. Hal ini
karena Pancasila yang termasuk dalam pembukaan UUD 1945 itu dilahirkan secara
sah pada 18 Agustus 1945.
Pada akhir leaflet
itu, Nugroho juga mengatakan, "kiranya tidak perlu lahirnya Pancasila itu
kita kaitkan kepada seorang tokoh secara mutlak. Sebab, lahirnya sesuatu
gagasan sebagai sesuatu yang abstrak memang tidak mudah ditentukan dengan
tajam. Hal yang dapat kita pastikan adalah saat pengesahan formal dan resmi
suatu dokumen."
Manuver sejarah
yang pada awalnya bersumber dari Pusat Sejarah ABRI ini kemudian ditentang
sejarawan dan pelaku sejarah A.B. Kusuma dalam makalah berjudul Menelusuri
Dokumen Historis Badan Penyelidik Usaha - Usaha Persiapan Kemerdekaan. Berdasar
dokumen 1989 tersebut tidak membenarkan Muh. Yamin sebagai yang pertama
mengungkapkan dasar negara Pancasila.
Muh. Yamin dalam
bukunya mengakui Soekarno sebagai penggali Pancasila. Panitia Lima yang
diketuai Hatta juga mengakui Soekarno yang pertama berpidato tentang Pancasila.
Ada pula sejarawan, seperti Dr. Anhar Gonggong, yang masih ragu-ragu untuk
menyatakan bahwa Soekarno sebagai penggali Pancasila. Menurut Anhar, Soekarno
sangat berperan dalam tiga peristiwa yang berhubungan dengan proses lahirnya
Pancasila, yaitu 1 Juni, 22 Juni, dan 18 Agustus 1945.
Pada ketiga
kejadian itu, Soekarno menduduki posisi penting yakni pada 1 Juni sebagai
penyampai pidato, 22 Juni sebagai ketua Tim Sembilan yang melahirkan Piagam
Jakarta, dan 18 Agustus 1945 sebagai ketua PPKI yang kemudian dipilih secara
aklamasi sebagai presiden RI.
Berdasar penjelasan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Soekarno memang tokoh pertama yang menyampaikan
Pancasila sebagai dasar negara. Ada tokoh-tokoh lain yang berbicara sebelumnya,
tetapi hanya Soekarno yang secara eksplisit menyampaikan gagasan tentang
Pancasila, termasuk mengklaim nama Pancasila sebagai dasar negara.
6.
Pancasila
Itu Kiri!
Setelah
peristiwa G30S/PKI, orang-orang kiri banyak diburu. Cukup banyak pula yang
ditangkap, dipenjara tanpa pengadilan, bahkan dibunuh. Segala yang
berbau kiri mulai dilarang. Ironisnya, mereka yang anti-kiri mengklaim diri sebagai
“penyelamat Pancasila”. Revolusi Indonesia, yang susah payah diperjuangkan
sejak Agustus 1945, makin bergeser ke kanan. Pancasila pun hendak
diselewengkan menjadi kanan.
Tanggal 6 November
1965, saat sidang paripurna Kabinet Dwikora di Istana Bogor, Bung Karno marah
besar atas upaya membuat Pancasila menjadi kanan itu. Dengan tegas Bung
Karno menyatakan “Pancasila adalah kiri!”.
Tentu ada
alasannya Bung Karno menyebut Pancasila itu kiri. Bagi Bung Karno, kiri
tidak hanya anti-imperialisme. Tapi juga kiri menandakan anti segala
bentuk eksploitasi (uit-buiting). Menurutnya, kiri adalah
menghendaki suatu masyarakat yang adil dan makmur, di dalamnya tidak ada
kapitalisme, dan tidak ada lagi exploitation de I’homme par I’homme atau
penghisapan manusia atas manusia.
Bung Karno
mengatakan, unsur utama Pancasila adalah keadilan sosial. Selain itu, Pancasila
juga anti-kapitalisme. Pancasila juga menentang exploitation de nation par
nation. “Karena itulah Pancasila kiri,” tegas Bung Karno.
Selain itu, dalam
pidato 1 Juni 1945, Bung Karno mengatakan, “jika yang lima saya peras menjadi
tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia
yang tulen, yaitu perkataan Gotong-Royong.”
Menurutnya, negara
Indonesia yang didirikan haruslah negara yang gotong-royong, yaitu pembantingan
tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Dengan
kata lain amal diperuntukkan semua, keringat pun demikian.
Dengan demikian,
Pancasila sebagai dasar negara atau weltanschauung (pandangan
hidup) bermakna memastikan perjalanan bangsa Indonesia tetap di jalur kiri yang
memiliki definisi anti-pengisapan dan penindasan. Proses penyelenggaraan negara
harus berdasarkan Pancasila. Artinya, semua produk kebijakan negara harus
bersifat anti-eksploitasi juga pengisapan. (Difa Arifin)
Editor: Rieka
Yusuf
Tulis Komentarmu