Kebijakan New Normal Tuai Pro Kontra
Suasana jam pulang kantor di Kawasan Sudirman, Jakarta (Foto: Liputan6.com) |
Pemerintah
telah menetapkan kebijakan new normal
sebagai tindak lanjut penanganan Covid-19. New normal merupakan adaptasi kebiasaan baru dimana setiap
masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan. Kebijakan ini dinilai yang paling tepat mengingat kondisi perekonomian
bangsa yang semakin terpuruk akibat pandemi Covid-19. Namun,
kebijakan ini menuai pro kontra dari masyarakat.
Sebagian
masyarakat mendukung kebijakan ini karena mereka dapat beraktivitas kembali
meskipun harus menerapkan protokol kesehatan. “Agar bisa kembali bekerja dan melakukan
aktivitas lainnya. Menurut saya, jika new
normal tidak diberlakukan akan memperburuk keadaan di Indonesia, salah
satunya melemahnya perekonomian. Selain itu juga, setiap orang kan ingin beraktivitas kembali untuk
memenuhi kebutuhan hidup,” kata Melinda Eka, salah seorang Warga Sleman.
Hal
yang senada juga dikatakan oleh seorang
mahasiswi yang bernama Antonia. Wanita berusia 20 tahun ini mengatakan setuju dengan kebijakan new normal karena menurutnya kebijakan tersebut mampu memulihkan
perekonomian Indonesia. Ia menambahkan bahwa selama pandemi ini banyak yang
terkena PHK. Keadaan seperti ini jika dibiarkan terus-menerus juga akan sangat
berbahaya bagi perekonomian bangsa.
Suasana kegiatan jual beli di pasar Kotagede (Foto: detikTravel/Ina Florencys) |
Namun, beragam reaksi kontra juga muncul tak lepas
dari kekhawatiran masyarakat akan lonjakan kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Bahkan, ketika uji coba new normal
diberlakukan, angka positif Covid-19 masih mengalami fluktuasi.
“Kalau
saya masih belum setuju ada new normal.
Kemarin sempat lihat berita, uji coba new
normal justru menambah jumlah yang positif Corona. Apalagi juga mulai
banyak yang keluar rumah tapi belum tentu jaga jarak atau pakai masker,” ujar
Agresta, salah seorang mahasiswa di Yogyakarta.
Kebijakan ini turut menuai kritik dari pakar
epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono. Ia beranggapan jika persiapan
pada sektor belum siap, lebih baik tidak menerapkan new normal terlebih dahulu. “Daripada kita mengorbankan sebagian
karyawan atau anak sekolah. Kita harus berhati-hati sekali dalam merencanakan
atau mengubah perilaku yang memang mengurangi risiko infeksi terhadap virus
corona ini,” ungkap Pandu dalam Sapa Indonesia Pagi yang ditayangkan Kompas TV
pada Kamis (28/5/2020).
Terlepas dari komentar yang disampaikan berbagai pihak,
persiapan
terus dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan new normal dapat berjalan dengan baik.
Pemerintah menjelaskan penerapan new
normal harus berdasarkan kesiapan daerah dan hasil riset di wilayah
tersebut. Kebijakan diambil
dengan mempertimbangkan kesiapan regional dan riset epidemiologis. Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Rapat Terbatas pada
Senin, 18 Mei lalu menjelaskan new normal
dapat diterapkan pada daerah dengan R0 (jumlah reproduksi virus) kurang dari 1.
Penerapan new normal diawali dengan edukasi, sosialisasi, dan simulasi sehingga masyarakat menjadi lebih paham terhadap kebijakan new normal. Untuk dapat mengurangi jumlah kasus positif Covid-19, pemerintah berharap adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar new normal dapat berjalan dengan tepat dan sesuai tujuan. (Asha Prinanda Tamara dan Amaliana Prasisti)
Editor: Ayu Fitmanda Wandira
Tulis Komentarmu