Ulasan Kim Ji Young Born 1982, Belenggu Kultur dalam Kehidupan Perempuan
Poster Film Kim Ji Young Born 1982 (Sumber: IMDb.com) |
Bagi sebagian besar masyarakat, pernikahan merupakan awal yang baru dari
kehidupan sebagai pasangan. Akan tetapi, apakah pernah terpikir bahwa kehidupan
pernikahan itu merupakan awal perubahan yang besar bagi kehidupan seorang
perempuan? Film berjudul Kim Ji Young Born 1982 meceritakan bagaimana dan apa
saja perubahan yang dirasakan oleh perempuan setelah memasuki kehidupan
pernikahan.
Film yang rilis di Indonesia pada 20 November 2019 ini menggunakan sudut
pandang Kim Ji Young (Jung Yu Mi) sebagai seorang ibu rumah tangga yang
kehidupannya berubah semenjak ia memutuskan untuk menikah dengan Jung Dae Hyun (Gong
Yoo). Diadaptasi dari novel yang berjudul serupa karya Cho Nam Ju, film ini
menggambarkan bagaimana kehidupan perempuan sebelum dan sesudah menikah. Stigma
masyarakat akan perempuan pun diperlihatkan melalui mertua Kim Ji Young yang
menuntutnya menjadi menantu sempurna. Cerita ini juga turut berputar pada kehidupan
pernikahan perempuan yang selain berkewajiban mengurus keluarga juga harus merelakan
impian dan jati dirinya.
Pandangan masyarakat akan istimewanya anak laki-laki dalam sebuah keluarga
sangat ditonjolkan dalam film ini. Kim Ji Young muda yang memiliki banyak
impian dan ingin terus bekerja harus melepaskan semuanya setelah menikah dengan
Dae Hyun dan memiliki anak perempuan bernama Ah Hyeon. Pada mulanya, memiliki
keluarga terasa sangat bahagia. Namun, setelah menjadi seorang ibu Kim Ji Young merasakan ada yang hampa dalam dirinya. Konflik diperparah oleh mertua
yang terus membanggakan anak laki-lakinya, tetapi tetap menuntut bahwa
perempuanlah yang mengurusi segala hal dalam kehidupan rumah tangga.
Hingga suatu waktu, tekanan-tekanan dari lingkungan dan juga keluarganya
membuat Ji Young memiliki masalah psikis. Ji Young dapat
tiba-tiba bersikap seolah-olah Mi Sook ibunya (Kim Mi Kyung) menjadi neneknya
(Ye Soo Jung) di waktu yang lain.
Kim Ji Young menangis karena merasa tertekan (Sumber: Tumblr.com) |
Emosi yang cukup menguras air
mata melalui dialog juga adegan yang dimunculkan Kim Ji Young Born 1982
sangat apik. Dialog dan adegan tersebut benar-benar menggambarkan bagaimana realita
beban kehidupan perempuan dari kecil, dewasa, hingga berkeluarga. Melalui tokoh Ji Young, penonton diajak
untuk memahami bagaimana
rumitnya dilema dan
gejolak emosi yang dihadapi oleh perempuan.
Ia telah bersusah-payah menuntut ilmu, tetapi tidak
mendapat dukungan untuk menekuni karir yang diimpikan. Ia juga selalu bekerja keras untuk melakukan pekerjaan rumah,
namun tidak pernah mendapat apresiasi dan hanya dianggap
melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh perempuan.
Konflik yang berisi kritik
terhadap stigma patriarki menggambarkan kehidupan keluarga di masyarakat
mengenai hak istimewa anak laki-laki. Terlepas
dari bagaimana modernnya Korea Selatan saat ini, pandangan tersebut memperlihatkan
bahwa masih ada masyarakat yang memiliki pola pikir konservatif. Seperti yang terlihat dalam adegan dimana Ibu Dae Hyun yang mengharapkan Ji Young
membantu mempersiapkan makan malam tanpa kenal lelah, sementara Dae Hyun hanya duduk tenang tanpa
mengerjakan hal apapun.
Kim Ji Young mengurus anak dan juga rumah (Sumber: id.theasianparent.com) |
Film ini menjelaskan bahwa kehidupan setelah menikah bukanlah
perkara yang mudah. Pernikahan bukan hanya perkara saling mencintai satu sama
lain, tetapi juga bagaimana menyatukan kehidupan dua keluarga. Bukan berarti
pernikahan adalah hal yang harus ditakuti, film ini mengingatkan kita untuk mempersiapkan
fisik juga psikis dalam
menghadapi segala rintangan kehidupan pernikahan. Terlepas dari bagaimana
lingkungan keluarga nantinya apakah modern atau konservatif seperti yang
digambarkan dalam cerita Ji Young, kehidupan pernikahan menjadi tanggung jawab
bagi kedua pasangan.
Kim Ji Young Born 1982 merupakan film yang menegaskan bahwa kehidupan
perempuan tidak sederhana. Empati terhadap perempuan kerap kali hanya dipandang
sebelah mata khususnya masyarakat yang masih berpandangan konservatif. Beban
dan tekanan terus muncul sejak kecil hingga berkeluarga. Perempuan juga butuh
penghargaan atas segala jerih payah yang dilakukan. Melalui penghargaan
sederhana dan dukungan moral dari orang-orang yang dicintai atas usahanya,
perempuan akan merasa dihargai. (Amelia Maulidina)
Editor: Rieka Yusuf
Tulis Komentarmu