Film Bumi Manusia “Kisah Cinta dan Perjuangan Tanah Air”
Poster Film Bumi Manusia (Foto: kumparan.com) |
Bumi
Manusia merupakan film yang berlatarkan zaman kolonial dan disutradarai oleh
Hanung Bramantyo. Film yang diproduksi pada tahun 2019 ini berisi kisah cinta
dan perjuangan membela tanah air. Film ini diadaptasi dari buku ciptaan karya
Pramoedya Ananta Noer berjudul “Bumi Manusia”.
Film
Bumi Manusia menampilan tokoh bernama Minke yang diperankan oleh Iqbaal
Ramadhan, merupakan anak pribumi dan salah satu putra dari Bupati di salah satu
daerah Jawa. Minke digambarkan sebagai seseorang yang pintar, berpikiran luas,
dan revolusioner. Ia juga bangga sekali dengan kemajuan Eropa yang sangatlah
modern pada saat itu sehingga ia terlena dan melupakan tanah airnya. Bahkan ia
bersekolah di salah satu sekolah yang dibentuk oleh Belanda yaitu Hogereburgerschool (HBS). Namun, Minke sering
dianggap rendah oleh bangsa Eropa dengan gelarnya sebagai anak dari seorang pribumi.
Minke memiliki seorang teman bernama Robert Suurhof yang sering dipanggil
Suurhof yang diperankan oleh Jerome Kurniawan. Suurhof merupakan salah satu
teman baik Minke di sekolahnya.
Tibalah
saat dia bertemu dengan seorang gadis bernama Annelies yang diperankan oleh
Mawar Eva de Jongh. Annelies yang sering dipanggil Anne merupakan putri dari
Nyai Ontosoroh yang diperankan oleh Sha Ine Febriyanti. Anne juga bangsa
setengah pribumi dan Eropa. Namun kecintaannya pada tanah air membuat Minke
jatuh cinta. Perasaan cinta yang timbul pada kedua orang tersebut menyebabkan munculnya
banyak masalah. Hal ini terjadi karena kakak dan ayah dari Annelies tidak
menyetujui hubungannya dengan Minke yang hanya seorang pribumi. Ketidaksetujuan
tersebut membuat hubungan mereka sedikit goyah dan sulit untuk bersama.
Banyaknya
konflik di dalam film ini membuat kisah cinta Annelies dan Minke cukup sulit
untuk dipertahankan. Bermula dari hubungan Annelies dan Minke yang dianggap
tidak wajar karena perbedaan antara pribumi dan Eropa sehingga muncul kecemburuan
Suurhof terhadap Minke. Hal itu juga yang membuat persahabatan antara Minke dan
Suurhof pun retak.
Tak
hanya kisah cinta semata, banyaknya kisah perjuangan untuk membela tanah air berhasil
membuat para penonton gemas. Kisah sejarah yang tak luput dari perhatian pun
menjadi salah satu daya tarik film ini. Setiap adegan dikemas baik sehingga
penonton merasa nyaman dan tertarik untuk menonton. Kisahnya yang ringan dan
akting para aktor di dalamnya pun sangat memukau. Keseriusan para aktor
terhadap perannya sangat terlihat jelas di setiap adegan maupun percakapan.
Salah satunya peran Nyai Ontosoroh yang digambarkan sebagai sosok perempuan
yang tegas dan berani kepada kaum Belanda. Lalu peran Annelies sebagai
perempuan yang cantik pada saat itu membuat para penonton terpana. Sosok Iqbaal
yang menjiwai rasa kehilangan dan lagu Ibu Pertiwi yang disuguhkan berhasil
membuat para penonton merinding dan bergetar mendengar lagu itu.
Film
ini juga menampilkan lokasi dan properti yang dibuat serupa zaman dahulu
sehingga membuat para penonton lebih merasakan atmosfer pada zaman dulu.
Pengeditannya pun terlihat sempurna karena tidak terlalu memaksa. Gaya busana,
baju, dan dandanan disesuaikan seperti pada zaman dahulu. Film ini dibuat
dengan sangat mendetail sehingga hasilnya pun memuaskan para penonton.
Dibalik
suksesnya para pemeran menjiwai perannya masing-masing ada beberapa kelemahan
dari film ini. Bagi penonton yang tidak membaca buku Bumi Manusia akan
kebingungan ketika menonton film ini. Ceritanya yang cukup rumit di awal akan
membuat para penonton menerka-nerka. Selain itu, ketidaksesuaian cerita dari
buku pun menjadi kelemahan film ini. Para penonton yang menunggu adegan dari
buku menjadi sedikit kecewa karena kurangnya adegan tersebut.
Namun
terlepas dari kekurangan yang ada, film berdurasi 3 jam ini sangat sukses dan
meraih banyak penonton. Di awal penayangannya banyak orang yang
berbondong-bondong untuk menonton film ini sehingga menjadi salah satu film
yang patut dipertimbangkan untuk ditonton. Selain menambah rasa cinta tanah
air, film ini menyajikan cerita sejarah yang cukup menarik yang dikemas dalam
bentuk yang lebih modern. Kisah cinta antara Anne dan Minke menjadi salah
satu alasan untuk menonton film ini. Kisahnya yang membuat para penonton baper
pun berhasil menjadi daya tariknya sendiri. Rumitnya kisah cinta yang sangat
cocok dengan kaum milenial saat ini membuat para penonton gemas dan sedih
secara bersamaan. (Mutiara Elisabeth)
Editor: Ayu Fitmanda Wandira
Tulis Komentarmu