Tim Hukum ARB Masih Berupaya Dampingi Demonstran Omnibus Law
Jalannya konferensi pers Aliansi Rakyat Bergerak, Jumat (9/10). (sumber: twitter.com/LBHYogya) |
Yogyakarta, SIKAP - Unjuk rasa akibat pengesahan Undang-Undang
Omnibus Law Cipta Kerja di Yogyakarta berlangsung pada Kamis (8/10). Kawasan
Malioboro menjadi ramai riuh oleh orasi penolakan UU Cipta Kerja dari berbagai
elemen masyarakat. Pada pukul
13.00 WIB, kericuhan mulai terjadi dengan adanya penyemprotan gas air mata saat
orasi berlangsung dan
disusul dengan aksi penolakan dari para demonstran.
Sampah plastik, pecahan kaca, hingga beberapa
fasilitas yang rusak turut mewarnai aksi demonstrasi yang bertajuk #JogjaMemanggil. Meski demikian, berbagai
elemen masyarakat yang berpartisipasi dalam unjuk rasa tersebut tidak dapat
disalahkan begitu saja.
Pada
dasarnya,
warga negara memiliki hak untuk berekspresi dan mengungkapkan pendapat di muka umum. Terlebih, aksi penolakan ini tidak
hanya seputar fasilitas umum yang rusak. Hak masyarakat yang dibungkam dengan
berbagai tindakan represif dari oknum
aparat juga menjadi catatan penting dari demonstrasi #JogjaMemanggil.
Kondisi Polresta Yogyakarta pada Jumat (9/10), pasca penangkapan bebeberapa massa aksi #JogjaMemanggil. (sumber: Instagram.com/lbhyogyakarta) |
Dilansir dari akun Instagram lbhyogyakarta, terdapat
48 laporan orang hilang per tanggal 9 Oktober 2020 pukul 08.00. Sebanyak 41
orang dari 48 berada di Polresta Yogyakarta, sedangkan sebanyak 7 orang masih
belum ditemukan. Jumlah
tersebut terus melonjak pada pukul 10.00, dari 48 laporan
orang hilang menjadi kurang lebih 50 orang.
Tim hukum dari Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menyampaikan informasi
terbaru dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung di akun Instagram lbhyogyakarta. “Tindakan
Polresta Yogyakarta yang menghalang-halangi Tim Hukum Aliansi Rakyat Bergerak
untuk mendampingi massa aksi yang ditahan adalan sebuah tindakan yang tidak
menghormati profesi advokat,” tutur salah satu pembicara dalam Konferensi Pers
yang dimulai pada 10.40 (9/10).
Sikap tertutup dari aparat kepolisian
mempersulit tindakan pendampingan oleh tim hukum. Pihak kepolisian enggan
memberikan informasi dengan dalih masih dalam proses pemeriksaan. Hingga
sekitar pukul 02.00 dini hari, polisi baru memberi informasi pada Tim Hukum
Aliansi Rakyat Bergerak.
Konferensi Pers yang diadakan oleh Aliansi
Rakyat Bergerak mengundang kerabat maupun keluarga dari pihak pelapor. Orangtua
dari Dimas Tri Wibowo, mahasiswa UPN “Veteran” Yogyakarta menuturkan bahwa
beliau sudah bertanya kepada polisi yang bertugas mengenai keberadaan Dimas. Namun, kepolisian tidak
memberikan informasi apapun kepada
pihak keluarga.
Jawaban mengecewakan dari kepolisian juga
diterima oleh ibu dari Raafi Taufiqurahman, mahasiswa UAD. “Ibu tolong isi
absensi dulu, anak ibu disini atau tidak saja belum tahu”, tutur Ibu dari Raafi
menirukan jawaban polisi, Jumat (9/10).
Kebingungan orangtua Dimas dan Raafi akan
sikap kepolisian yang tertutup juga dirasakan oleh beberapa kerabat maupun
keluarga demonstran yang ditangkap pihak
kepolisian. Keluarga maupun kerabat pelapor kemudian meminta bantuan dan pendampingan
kepada Tim Hukum ARB.
Sikap tidak kooperatif dari pihak
kepolisian tentu dianggap mencoreng profesi advokat. Tim hukum ARB yang terdiri
dari LBH Yogyakarta, PBHI, PBH Peradi Wates, PBH Peradi Bantul, LKBH FH UII,
dan lain-lain, sepakat mengutuk keras atas tindakan represif yang dilakukan
oleh aparat. Tindakan represif kepada demonstran dinilai sudah mencederai arti
demokrasi itu sendiri bahkan sudah melanggar hak kemanusiaan.
Tim Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menjelaskan kepada keluarga serta rekan media terkait penangkapan sejumlah massa aksi dalam konferensi pers pada Jumat (9/10). (sumber: Instagram.com/lbhyogyakarta) |
Tim hukum ARB juga menggarisbawahi
beberapa poin penting. Pertama, aksi tidak boleh diberi stigma sebagai tindakan
kriminalitas. Kedua, Tim Hukum ARB berusaha untuk memberikan pendampingan, bukan bermaksud untuk
melawan polisi sehingga polisi seharusnya bersikap terbuka. Ketiga, apabila
muncul statement atau pernyataan dari
Polresta Yogyakarta, belum bisa dipercaya karena tidak melibatkan pihak
advokasi dan tidak adil (tidak ada akses informasi). Keempat, walaupun sudah
ditangkap namun tetap harus diberikan haknya.
Pembebasan demonstran yang ditahan akan kembali
dilakukan selepas sholat Jumat. Tim Hukum ARB menghimbau agar masyarakat
Yogyakarta turut memberikan dukungan untuk membebaskan kerabat atau saudara yang sedang ditahan di
kepolisian. Walaupun proses pembebasan berlangsung lama, Tim Hukum ARB tetap mengerahkan
upaya terbaik agar
dapat
membebaskan serta melakukan pendampingan. (Iftinan Adhasari)
Editor: Mohamad Rizky Fabian
Tulis Komentarmu