Merawat Imaji; Menuliskan Abadi
Ilustrasi imajinasi. (Sumber: allwhitebackground.com) |
“Imagination is more impotant than knowledge. Knowledge is limited. Imagination encircles the world.”
Kata-kata
di atas merupakan salah satu quote legendaris dari seorang tokoh pemikir
besar abad ke-20, Albert Einstein. Imajinasi itu lebih penting dari
pengetahuan. Pengetahuan itu terbatas, sementara imajinasi meliputi dunia.
Kira-kira begitulah quote tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Beliau (Einstein) adalah seseorang yang sangat menghamba pada
imajinasi. Baginya, berimajinasi itu suatu kebutuhan pokok yang pemenuhannya
akan selalu ada.
Jika
dijabarkan lebih lanjut, quote beliau di atas dapat berarti bagaimana
imajinasi menghasilkan pengetahuan-pengetahuan baru yang kemudian dapat
digunakan oleh umat manusia. Imajinasi menjadi semacam alat penghasil inovasi dan
kebaruan. Imajinasi menjadi semacam penanda kehidupan dan potensi keberlanjutan
peradaban manusia.
Di
antara kalian, ada yang punya kebiasaan berimajinasi/berhalusinasi/berpikiran travelling? Tenang saja, kebiasaan
tersebut bukan merupakan kebiasaan yang sedemikian buruk jika dapat dimafaatkan
dengan baik. Bahkan, dapat dikatakan mereka yang memiliki kebiasaan berimajinasi
atau semacamnya itu memiliki keuntungan strategis.
Jika
dikaitkan dengan quotes Einstein di atas, maka kalianlah yang empunya
sesuatu hal yang lebih berharga dari pengetahuan. Tentunya ada yang bertanya,
‘masa halu saja bisa lebih penting dari pengetahuan?’ Hal ini sebenarnya
wajar-wajar saja. Imajinasi atau halusinasi dalam dunia dewasa ini memang tidak
lagi dipandang sebagai komoditi yang begitu penting.
Semua
orang sibuk menjadi produk mayat hidup dari kurikulum, semua orang menjadi alat
pekerja sistem ekonomi, semua seakan-akan hidup pada garis yang sama untuk
semua individu. Hanya sedikit orang yang berhasil menghidupi imajinasinya,
menghidupi jalannya sendiri. Banyak yang ternyata sepakat untuk menjadi sama
dengan yang lain, dan mengutuk adanya imajinasi berlebihan dalam menjalankan
atau dalam memulai sesuatu.
Salah
satu contoh sederhana dari pengaktifan imajinasi adalah saat kita menghargai
setiap imajinasi yang lewat dalam kepala kita dengan reaksi spontan untuk
mendokumentasikannya. Beberapa yang berhasil dengan hal ini sebut saja; Sapardi,
Joko pinurbo, A’an Mansyur, Gunawan Mohammad, Marto Lesit, dan masih banyak
lagi. Tidak terhitung karya-karya legendaris yang lahir dari imajinasi
orang-orang ini. Mungkin sebagian dari mereka terkenal dengan puisi cintanya.
Namun terlepas dari itu, mereka sebenarnya ingin menyampaikan banyak hal.
Bahasa cinta barangkali hanya dikira sebagai bahasa paling universal bagi
manusia. Makanya, syair-syair mereka banyak bercerita tentang cinta.
Mereka
senantiasa mensyukuri hobi mereka yang suka berimajinasi dan juga senantiasa
merawatnya. Tentunya dalam hal ini imajinasi saja tidak cukup. Mereka juga dengan
telaten mendokumentasikan ide yang kebetulan lewat dalam kepala mereka. “Capturing the idea”. Mereka tidak tega
membiarkan imajinasi mereka terbuang begitu saja. Selain suka berimajinasi,
mereka juga selalu menghargainya dengan mendokumentasikan imajinasi tersebut.
Merawat imaji, menuliskan abadi. Judul tulisan ini sebenarnya ingin menyampaikan salah satu cara kita menghargai kemampuan atau kebiasaan berimajinasi yang kita miliki dan lalu bagaimana kita mengabadikannya. Jadi, imajinasi kita bisa juga dibaca oleh orang lain atau juga oleh generasi berikutnya. Dengan demikian, kita bersama imajinasi yang kita miliki bisa bergema dalam keabadian. Selamat berimajinasi dan berhalu ria kalian. Jangan lupa untuk selalu mendokumentasikan imajinasi kalian. Barangkali kita bisa merubah dunia dengannya. (Risky Syukur)
Editor: Mohamad Rizky Fabian
Tulis Komentarmu