A UNTUK AMANDA: Potret Psikologis dan Feminisme dari Kacamata Remaja
Tampilan dari buku A Untuk Amanda (Sumber: Bookxaddicted) |
Menceritakan tokoh utama seorang gadis penderita depresi, novel kedua dari Annisa Ihsani ini mampu membuat pembaca betah membacanya hingga akhir. A untuk Amanda adalah novel karya Ihsani yang bercerita tentang Amanda yang mengalami ‘kecanduan akan prestasi’, suatu hal yang wajar yang dialami oleh pelajar, atlet, dan orang yang sudah bekerja.
Anehnya, Amanda selalu merasa dirinya
menipu semua orang ketika
dia mendapatkan nilai A, tetapi ia selalu panik ketika tidak mendapatkan nilai A. Banyak hal yang membuat Amanda 'bertengkar' dengan dirinya sendiri. Selain prestasi di sekolahnya, ia juga kerap mempertanyakan eksistensinya di dunia ini, hubungannya dengan sang kekasih yang
bernama Tommy, dan tentu saja mengenai paham
yang entah pertama kali ia kenal dari mana (tidak disebutkan di dalam cerita)
yaitu feminisme yang ia anut, dan sepertinya akan dia praktikan seumur hidup.
Ada beberapa hal yang membuat buku ini menarik. Pertama adalah plotnya. Dibuka dengan prolog mengenai Amanda yang tengah berjibaku dengan Dr. Eli, Amanda merasa perlu menceritakan latar belakang kenapa dirinya bisa berada di ruang praktik psikiater. Pada bab-bab selanjutnya, kita akan berkenalan dengan kehidupannya yang serba sempurna, setidaknya menurut sudut pandangnya yang digambarkan juga oleh pendapat dari karakter-karakter lainnya seperti Tommy, Ibu, dan Helen/Helena.
Amanda, Si gadis cerdas yang selalu mendapatkan nilai sempurna, punya kekasih yang menyayanginya, serta prospek masa depan yang bagus. Siswi kelas sepuluh itu lambat laun mulai mempertanyakan satu tanda tanya besar dalam dirinya. Tentang mengapa ia yang selalu berusaha untuk jadi yang terbaik hingga ia yang tak bisa membendung suara di dalam pikirannya yang selalu menggema dan menyertainya di setiap sikap dan keputusan yang ia ambil. Suara-suara itu, suara sebaliknya dari dalam jiwa Amanda.
Lalu, banyak kejadian yang menyokong pergerakan cerita, tampak dinamis dan natural, hingga Amanda menginjak kelas 12. Saat semuanya sudah tampak tidak sempurna lagi, ia mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Ia memutuskan untuk merelakan masa depannya lenyap begitu saja setelah perjuangannya selama ini. Amanda melewatkan kesempatan untuk berkuliah di kampus impiannya.
Lalu, kelebihan yang kedua adalah tema yang unik. Gadis depresi dan serangkaian tindakan serta pemikiran yang sebenarnya cerdas, menjadikan tema ini segar di kancah perbukuan remaja di Indonesia. Ditambah penulis menyelipkan feminisme dan agnostisisme.
Dua isu ini sensitif untuk diangkat dalam literatur remaja, bahkan sangat jarang ditemui buku seperti ini. Kepiawaian Ihsani dalam menyelaraskannya dengan konflik membuat cerita ini terasa legit ketika dibaca. Meski mungkin bagi beberapa pembaca yang belum familiar dengan isu tersebut, memerlukan usaha lebih dalam memahaminya.
Faktanya, tidak ada gading yang tidak retak. Buku ini berhasil mengangkat dua unsur signifikan yang telah disebutkan sebelumnya. Namun pada sisi lain, buku ini kurang berhasil ketika gaya penceritaan ala terjemahan di novel ini yang mencoba mensejajari setting-nya.
Kenapa? Karena penggambaran setting menjadi tidak konsisten. Kalau ia mengambil setting tempat sub-urban di sebuah negara tropis X, tentu saja bukan nama-nama khas Indonesia yang berjejalan dengan luar negeri serta budayanya menjadi bercampur aduk. Memang hal itu sah-sah saja, tetapi hal tersebut membuat penggambaran cerita menjadi tidak konsisten dan rancu.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, buku ini sangat cocok untuk dibaca. Unsur feminisme yang disajikan mampu menghadirkan antusias tersendiri, ditambah kehadirannya dalam tema psikologi menjadikannya seperti paket komplit.
Walaupun buku ini membahas psikologi, buku ini tetap ringan untuk dinikmati. Setelah membaca buku ini, kita akan sadar betapa pentingnya kesehatan mental. Kita juga akan mendapatkan banyak pengetahuan baru dari buku ini.
Penulis: Mailinda
Editor: Syiva P.B.A
Tulis Komentarmu