Arogansi Pengendara Sepeda Ibu Kota
Pengguna sepeda motor yang kesal terhadap geromolan pesepeda yang memenuhi ruas jalan. (Sumber: Tribunnews.com) |
Yogyakarta, SIKAP - Tren sepeda
yang mulai terkenal sejak awal masa pandemi covid-19 kini masih menunjukkan
eksistensinya. Pemerintah DKI Jakarta memperkirakan, pada hari kerja, terdapat 3.121 pesepeda melintas di jalanan ibu kota. Sedangkan saat akhir pekan dan hari libur, rata-rata sebanyak 23.464 pesepeda. Kenaikan
jumlah pesepeda ini dapat diakibatkan oleh kebosanan akan rutinitas bekerja dan
belajar dari rumah saat pandemi.
Tidak hanya masyarakat biasa yang memiliki kegemaran bersepeda. Selebritis, influencer, dan tokoh publik juga mulai gemar bersepeda. Semakin familiarnya hobi para selebriti ini juga mendorong masyarakat menjadi semakin gemar bersepeda (mengikuti idolanya). Meningkatnya tren sepeda berefek pada munculannya klub dan komunitas sepeda baru.
Beberapa waktu terakhir, pengendara sepeda ibu kota viral di media sosial karena melanggar aturan lalu lintas. Segerombolan pesepeda memenuhi jalan. Alhasil, seorang pengguna sepeda motor mengacungkan jari tengah karena geram atas perilaku pesepeda yang tidak memberikan jalan bagi pengguna jalan lain.
Pesepeda yang arogan biasa melanggar lampu lalu
lintas dan tidak mengindahkan jalur yang digunakan. Saat CFD (Car Free Day) di
Jakarta digelar, terdapat para pesepeda yang berkerumul bahkan pengguna sepeda
mewah pun melakukan tindakan melanggar
aturan lalu lintas.
Achmad Syafi'i, anggota Komunitas Sepeda Pitnik Jogja mengungkapkan bahwa pengguna sepeda, jika sedang berada di jalanan, mempunyai kewajiban yang sama dengan pengguna jalan lain dalam hal menaati peraturan lalu lintas. Pengguna sepeda sudah seharusnya menghormati pengguna jalan lain karena pengguna jalan bukan hanya pesepeda saja.
"Diusahakan memakai helm, jangan lupa taati peraturan
yang ada. Tetap berhenti ketika lampu merah dan gunakan lajur kiri. Jangan
berjejer lebih dari dua orang dan jangan bercanda. Jika membawa muatan, lebar
muatan jangan melebihi panjang stang," ungkapnya.
Himbauan Achmad Syafi’i juga disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan DKI
Jakarta, Syafrin Liputo. “Ada namanya prioritas pengguna
jalan. Tentu bagi para pesepeda yang kecepatannya berada di bawah kendaraan
bermotor itu wajib menggunakan jalur paling kiri,” Dilansir dari Tribun Jakarta
(Minggu, 30/5/2021)
"Harapannya, ada perubahan perilaku dari warga Jakarta untuk selalu
tertib dan disiplin dalam beralu lintas, marka jalan, dan mengikuti arahan
petugas,” tambahnya.
Melonjaknya jumah pengguna sepeda
di Jakarta setelah adanya PSBB tidak dibarengi dengan pemahaman mengenai aturan bersepeda di jalan raya. Hal ini tentunya berbahaya dan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Widya Ayu (19) sebagai masyarakat dan pengguna jalan menanggapi tren bersepeda
di ibu kota dirasa memiliki dampak
yang negatif. "Itu juga membuat dampak negatif untuk pemakai jalan lainnya. Seharusnya pesepeda sudah ada jalurnya sendiri kan. Nah, semisal dia keluar jalur dan melanggar tata tertib di jalanan umum, sudah double itu kesalahannya." ungkap
Widya.
Pemerintah Jakarta diharap membuat lebih banyak jalur khusus sepeda agar masyarakat dapat bersepeda di jalur-jalur tersebut. Tidak hanya membuat tugu sepeda, namun perlu untuk memfasilitasi para pengendara sepeda. Hal tersebut tentu harus diimbangi dengan perilaku "goweser" atau pesepeda yang wajib menaati peraturan dan tidak arogan di jalanan. Jalanan adalah milik kita bersama, bukan milik pesepeda ataupun milik pengguna kendaraan tertentu saja.
Penulis: Kuni Qurota Aini
Editor: Syiva P.B.A
Tulis Komentarmu