Mengenal Cara Kerja Pencurian Data dan Pentingnya Edukasi kepada Masyarakat
Riwayat kebocoran data di Indonesia. (Sumber: Suarasikap/Arinda Qurnia) |
Masyarakat Indonesia kembali diramaikan dengan isu kebocoran data yang diduga berasal dari BPJS Kesehatan. Data yang bocor kali ini, diperjualbelikan oleh akun bernama Kotz melalui Raid Forums. Kasus tersebut bukanlah kali pertama Indonesia mengalami kebocoran data. Sebelumnya, persoalan serupa pernah terjadi di beberapa instansi dengan jumlah kebocoran data yang terbilang cukup besar.
Maraknya kejahatan siber di era
digital berupa pencurian data ini, membuat masyarakat menjadi semakin khawatir.
Kekhawatiran itu pula yang turut dirasakan oleh Diah Imanawati, salah satu
peserta dari BPJS Kesehatan. “Jadi khawatir dan merasa rugi juga karena data
pribadi kita bisa terlihat,” ungkap Guru Sekolah Dasar tersebut.
Riwayat kebocoran data di Indonesia. (Sumber: Suarasikap/Arinda Qurnia) |
Menurut Awang Hendrianto, salah satu
Dosen Fakultas Teknik Industri, kasus kebocoran data terjadi karena adanya
berbagai macam celah. Baik pada keamanan piranti lunak yang tidak diperbarui,
keamanan database, atau keamanan terhadap sistem yang dikembangkan.
Ia pun menjelaskan bagaimana proses
pengambilan data sehingga kebobolan bisa terjadi. “Pengambilan data bisa
dilakukan dengan berbagai cara. Dapat langsung masuk ke dalam server penyimpan data,
bisa juga dengan melakukan akses ilegal ke dalam database untuk
melakukan penyalinan data. Dapat pula menggunakan aplikasi yang seolah-olah
legal demi membaca data tersebut. Pengambilan data itu, biasanya dilakukan oleh
mesin khusus yang telah dibuat oleh si pencuri untuk bisa melakukan penambangan
data dalam jumlah besar,” jelasnya.
Dirinya menambahkan bahwa terdapat standar
internasional terkait keamanan informasi yaitu ISO 27001. Dilansir melalui
multiglobalunity.com, standar internasional tersebut dikenal dengan sebutan Information
Security Management Systems (ISMS) atau Sistem Manajemen Keamanan Informasi
(SMKI). Standar ini memberikan gambaran umum mengenai apa saja yang harus
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan dalam usaha menerapkan konsep-konsep
keamanan informasi. Dengan menerapkan standar ISO 27001, organisasi atau perusahaan
dapat terbantu dalam membangun dan memelihara SMKI.
Perlu juga diketahui jika dalam
dunia siber, setidaknya terdapat lima kategori hacker, yaitu Black
Hat, White Hat, Grey Hat, Hacktivist, dan terakhir Script Kiddie. Dalam
melakukan kegiatannya, setiap kategori tersebut memiliki tujuan serta motifnya
masing-masing.
Riwayat kebocoran data di Indonesia. (Sumber: Suarasikap/Arinda Qurnia) |
Menanggapi maraknya praktik pencurian data, Berliana Andra, seorang Mahasiswi Informatika, memberikan beberapa langkah agar data pribadi tidak mudah untuk dibobol. “Ada beberapa cara, pertama, setiap akun yang dimiliki individu sebaiknya memiliki password yang berbeda. Kedua, menerapkan two authentic factor. Memang tidak ada jaminan data tetap aman, tetapi fitur ini masih bisa untuk mengamankan data karena harus memasukan kode verifikasi lewat telepon atau email yang terdaftar,” jelasnya.
Di sisi lain, tentu diperlukan kewaspadaan
dari masyarakat selaku pengguna terkait persoalan keamanan informasi ini. Mengingat
perkembangan teknologi sudah semakin maju dengan adanya jaringan internet yang
bisa diakses dengan sangat mudah.
Perihal kewaspadaan pengguna
tersebut, Awang Hendrianto juga turut memberikan pandangannya. “Perlu pemahaman
masyarakat untuk membaca Term of Agreement (TOA). Baik ketika menginstal
aplikasi, mendaftar di formulir online, atau yang lain. Banyak dari kita
yang terkadang hanya klik setuju, tanpa memahami dan membaca TOA yang ada,”
jelasnya.
Edukasi kepada masyarakat pada
persoalan ini menjadi aspek yang krusial. Hal ini ditegaskan oleh Tri Hartono, seorang
praktisi IT di perusahaan Bayan Resources. Menurutnya, edukasi bagi masyarakat sangat diperlukan, khususnya dalam pengisian formulir pada laman online. Pengisian data-data
krusial, seperti KTP, nomor telepon, dan lainnya, patut dipertanyakan
relevansinya dengan tujuan registrasi tersebut. Selain itu, perlu juga dilakukan
pengecekan validitas dari formulir online itu sendiri. Dengan demikian,
edukasi masyarakat terkait keamanan data sangat diperlukan untuk
memperluas pengetahuan agar terhindar dari kecolongan data. (Annisa Rindi)
Editor: Delima
Purnamasari
Tulis Komentarmu