Meninjau Penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Indonesia
Presiden Joko Widodo ditemani Menteri Luar Negeri Retno Marsudirini dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Sumber: kompaspedia.kompas.id) |
Sudah setahun lebih Indonesia hidup berdampingan dengan virus Covid-19. Hingga kini, pandemi Covid-19 belum mampu dikendalikan. Bahkan, angka terkonfirmasi positif terus meningkat. Berdasarkan data pemerintahan tanggal 7 juli 2021, total kasus positif di Indonesia berjumlah 1,86 juta jiwa dengan jumlah korban meninggal sebanyak 51.612 jiwa. DKI Jakarta berada di posisi pertama sebagai penyumbang kasus baru Covid-19.
Pertambahan
kasus Covid-19 yang begitu pesat bukan sesuatu hal yang mengejutkan. Mengingat
kebijakan pemerintah untuk menangani virus ini sangat tidak efektif. Bahkan, di
awal kemunculannya, tidak sedikit pejabat pemerintahan yang mengganggap remeh.
Seperti halnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto yang
mengatakan bahwa perizinan susah di Indonesia sehingga corona sulit untuk masuk.
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dengan mudahnya mengatakan Covid-19
dapat sembuh dengan sendirinya, serta masih bayak pernyataan kontroversial
pejabat terkait awal kemunculan virus ini
Sampai
akhirnya Indonesia mengumumkan kasus positif pertama pada 2 maret 2020. Semakin
hari, angka terkonfirmasi positif terus meningkat dan korban jiwa pun terus bertambah.
Di saat negara lain memilih menerapkan lockdown untuk menekan laju Covid-19,
Indonesia justru menolak meski desakan untuk lockdown terus berdatangan
dari berbagai pihak. Salah satunya oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
agar Presiden mengizinkan DKI Jakarta untuk lockdown. Namun, hal
tersebut di tolak dan diganti dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
Setelah
pemeberlakuan PSBB di berbagai provinsi, kebijakan sedikit dilonggarkan dan
diganti menjadi istilah new normal. Namun, hal tersebut justru menambah
klaster baru dari penyebaran Covid-19. Beberapa wilayah akhirnya berinisiatif
untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan PSBB. Setelah dirasa
mengalamai penurunan, new normal diberlakuan lagi dan siklus peningkatan
kasus kembali terjadi.
Tak
kehilangan akal, pemerintah mencari cara lain untuk mengatasi virus ini dengan
cara vaksinisasi. Untuk memaksimalkan proggaram tersebut, pemerintah resmi
meniadakan libur panjang untuk perjalanan mudik Idul Fitri 1442 H/2021 masehi.
Hal
ini dilakukan agar program vaksinisasi Covid-19 berlangsung secara optimal.
Namun, ada kejadian yang menggelitik tatkala Menteri Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, Sandiaga Uno optimis tetap membuka tempat pariwisata. Hal ini tentunya
membuat pemerintah terkesan tidak serius dengan apa yang dilakukannya. Di satu
sisi mudik dilarang agar vaksinisasi bisa dilakukan dengan tujuan Covid-19 bisa
cepat tuntas, di satu sisi pariwisata dibuka. Secara otomatis, mereka yang
tidak diperbolehkan mudik memilih untuk memenuhi destinasi wisata. Terbukti, tempat
wisata seperti Ancol dipadati wisatawan yang tentunya abai terhadap protokol
kesehatan
Dari
uraian di atas terlihat jelas kebijakan labil yang diterapkan oleh pemerintah. Di
saat negara lain menerapkan lockdown,
pemerintah menolak untuk melakukan hal serupa. Pemerintah lebih memilih
berkutat untuk menggonta-ganti kebijakan, pemberhentian, dan pemberlakuan
kembali PSBB.
Setelah
ditelusuri, terkuak mengapa lockdown tidak
diberlakukan sejak awal pandemi . Ekonom Piter Abdullah mengatakan, jika lockdown diterapkan, akan berdampak
buruk bagi perekonomian. Hal senada juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo.
Dirinya mengatakan perekonomian Indonesia bisa mengalami deficit sebesar -17%
jika lockdown diterapkan. Jadi, dapat
disimpulkan perekonomian negara akan “mandeg” apabila mengambil Langkah lockdown.
Di
sini tampak jelas pemerintah lebih mementingkan perekonomian ketimbang
keselamatan nyawa rakyat. Padahal, perekonomian tidak akan berjalan maksimal
jika Sumber Daya Manusia-nya tidak aman dan sehat. Alhasil, kasus positif Covid-19
semakin meningkat ditambah anjloknya perekonomian Indonesia yang memasuki
jurang resesi. Negara ini pun semakin merugi.
Kalau
lah seandainya pemerintah menerapkan lockdown
terlebih dahulu, tentu
kerugian dapat diminimalisir. Karena nyatanya, 14 abad silam, nabi sudah
mencontohkan terkait apa yang harus dilakukan jika wabah melanda. Dalam sebuah
hadis dikatakan:
“Jika kamu mendengar suatu wabah di suatu
wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah ditempat
kamu berada maka jangan tinggalkan tempat itu ” (HR.Bukhari)
Artinya
ketika hal ini dilakukan, negara bisa fokus mengurusi warga yang terdampak. Sedangkan
bagi mereka yang tidak terdampak, dapat beraktifitas secara normal. Sehingga,
perekonomian dan kesehatan masyarakat dapat terselamatkan.
Editor: Mohamad Rizky Fabian
Tulis Komentarmu