Magang dari Rumah: Susah atau Mudah?
Malam penutupan magang detik.com. (Sumber: Dokumentasi narasumber) |
Magang kini menjadi salah satu mata
kuliah wajib bagi mahasiswa di beberapa universitas, salah satunya UPN “Veteran”
Yogyakarta. Di Jurusan Ilmu Komunikasi dan Program Studi Hubungan Masyarakat
sendiri, mata kuliah job training atau
yang sering disebut magang sudah dapat diambil sejak semester lima. Kegiatan
yang sebenarnya mengharuskan mahasiswa untuk terjun langsung ke lapangan, kini
berubah menjadi work from home akibat
pandemi yang belum usai. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para
mahasiswa magang.
Laras Dika Youlanda (22) salah satu
alumni Jurusan Ilmu Komunikasi UPN "Veteran" Yogyakarta, turut berbagi kisah
mengenai pengalamannya. Di tengah masa pandemi, dirinya berkesempatan untuk melakukan
magang di platform media daring detik.com hingga awal Juni 2021 lalu. Berbekal Curriculum Vitae miliknya, ia bersaing
bersama 10.000 mahasiswa pendaftar magang di detik.com.
“Awalnya di gelombang pertama cuma
nerima 50 orang, dan aku nggak lulus.
Nah, di gelombang kedua Alhamdulilah lulus.
Setelah yang pertama gagal, harusnya yang kedua ya coba aja lagi gitu loh, sampai mana (aku) bisanya,” ungkap
gadis yang kerap disapa Laras tersebut.
Laras sendiri diterima di posisi brand communication, salah satu dari
beberapa anak divisi content creator.
“Tugasnya menganalisis konten apa yang bagus untuk Instagram dan neutizen-nya
Detik. Terus misal ada event, aku
kerjanya juga mikirin konten apa yang bagus untuk event tersebut, siapa yang mau dijadiin narasumber, dan nentuin mau
model design kaya gimana,” jelas
Laras.
Berbeda dengan Laras, Gendis Ayu Puspita (20), mahasiswi semester lima Program Studi Hubungan Masyarakat, kini baru memulai dunia magangnya sejak 30 Agustus 2021 lalu. Sebagai salah satu syarat mata kuliah job training, perempuan yang akrab dipanggil Gendis tersebut menempati posisi magang sebagai marketing business development pada salah satu platform digital pilihjurusan.id. “Aku magangnya di platform layanan psikologi dan bimbingan karier, sistemnya online karena lagi masa pandemi gini, jadi kerjanya remote dari jarak jauh,” ungkap Gendis.
Gendis saat tes psikologi bersama siswa-siswa SMA dan teman-teman magang lainnya. (Sumber: Dokumentasi narasumber) |
Ia kemudian menjelaskan terkait dengan kegiatan
yang dilakukannya selama magang. “Kunjungan ke sekolah-sekolah, mempromosikan
pilihjurusan.id untuk siswa-siswa yang akan masuk ke Perguruan Tinggi, menawarkan
kepada siswa untuk ikut layanan
psikologis seperti Tes IQ, MBTI, saran bagusnya (ambil PT) di mana, dan meniti
kariernya harus dimulai di jurusan apa,” jelasnya. Selain sebagai syarat mata
kuliah job training, Gendis mengaku
memang ingin bekerja di lingkungan yang mobilitasnya cukup tinggi. “Aku juga
ingin cari tahu rasanya magang di start
up company yang baru, kerja di lingkungan yang fast pace. Alasannya, karena yang aku rasain selama ini itu baru
seminggu magang udah sangat cepat ya pergerakannya,” ucapnya.
Menurutnya, mengikuti magang di tengah
pandemi saat ini tidak terasa sulit. Rapat yang diadakan di malam hari tidak
mengganggu aktivitas kuliahnya. Oleh karena seluruh pekerjaan harus dikerjakan
secara daring, Gendis merasa lebih fleksibel. Hal tersebut dapat dilakukannya sambil
kuliah, mengerjakan tugas, dan mengikuti volunteer.
Tidak hanya sibuk magang, Gendis
sendiri juga turut berkontribusi dalam event
volunteer di platform HackLab. “Kerjanya meng-handle semacam virtual job
fair, terus aku juga jadi LO (Liaison
Officer) atau PIC (Person in Charge)
para pembicara. Ini kegiatannya udah berjalan seminggu juga. Kerjanya semi
daring karena dia base-nya di Jogja,”
ungkap Gendis.
Selama magang, ia berharap agar dirinya
dapat lebih baik lagi dalam mengatur waktu. “Menurutku mengatur waktu itu penting
banget, terutama di perusahaan yang sangat fast
pace. Alasannya karena kalau magang di perusahaan yang sangat fast pace, tetapi time management-nya jelek pasti bakal ketinggalan jauh banget,”
paparnya.
Lain dengan Gendis, Laras sempat mengalami
kesulitan selama magang. Hal tesebut dikarenakan ia melakukannya sambil
menyelesaikan skripsi. “Jadi skripsiku sempat terbengkalai selama dua bulan
setengah, dan selama magang nggak
dikerjakan sama sekali,” jelasnya.
Ketika diwawancarai, Laras menceritakan
dirinya sempat ada rasa sedih karena tidak dapat menyelesaikan kuliah dalam
kurun waktu 3,5 tahun. Meskipun sebenarnya dapat dibilang, ia juga tidak telat
dan tuntas dalam 4 tahun. Ia mengaku tak menyesal karena hal tersebut merupakan
bagian dari risiko magang di media berita yang pasti selalu dikejar deadline.
Perihal digaji atau tidak, Laras dan
Gendis mengaku tidak mendapatkan uang saku tambahan selama mengikuti magang.
“Dari awal dijelasin nggak ada uang saku, tapi nggak tahu ya karena dibilangnya
(pihak pilihjurusan.id) untuk uang saku masih belum tahu,” jelas Gendis. Hampir
sama dengan Gendis, Laras menjelaskan pihak Detik tidak menyediakan uang saku.
Namun, di akhir masa magang, Detik akan memilih satu mahasiswa paling aktif
untuk mendapatkan biaya insentif sebesar 10 juta rupiah.
Keduanya, Gendis dan Laras pun turut
memberikan tips untuk teman-teman lainnya yang sedang magang di tengah pandemi
seperti saat ini. Laras menyarankan agar para mahasiswa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
selagi masa pandemi. Hal itu karena semsa pandemi kebanyakan magang dilakukan
secara daring, maka tidak perlu terjun ke tempat kerja langsung dan bisa
dikerjakan dari rumah.
Sementara Gendis, menyarankan agar pekerjaan jangan dibawa stres. “Bawa enjoy aja. Karena kalau dibawa stres itu, kayak kerjaan udah berat jangan makin dibawa berat. Kalau ada tugas ya dikerjain, ada yang nggak tahu ya tanya teman. Kalau ada waktu luang, dicek lagi kerjaannya udah selesai belum, takutnya ada yang kelewat, karena kita ini anak magang, kerjaannya banyak banget. Intinya harus ekstra perhatian dan ekstra semangat, gitu aja sih,” kata Gendis dengan ramah ketika dihubungi via WhatsApp (6/9) lalu. (Arie Sulistyaning)
Editor: Wafa' Sholihatun Nisa'
Tulis Komentarmu