Buku Butterfly Hug: Sebuah Perjalanan untuk Memeluk Diri Sendiri
Cover Buku Butterfly Hug. (Sumber: bukumojok.com) |
Beberapa orang masih
belum sepenuhnya memahami pentingnya kesehatan mental, kabar baiknya semakin
hari topik ini kian mendapat perhatian dari hari ke hari terutama di kalangan
generasi milenial dan seterusnya. Sekarang orang-orang makin menyadari bahwa
kesehatan mental menjadi komponen yang esensial untuk membangun relasi sosial yang
baik dan menjaga produktifitas agar seimbang.
Sayangnya,
realitas yang terjadi masih banyak stigma yang diletakkan kepada para penyintas seperti “tukang
cari perhatian” atau “kurang beriman/beribadah”. Dari sini dapat kita simpulkan
bahwa isu ini masih kurang mendapat akomodasi di masyarakat. Melihat ini, Penerbit Mojok kemudian menggandeng Tenni Purwanti untuk berkolaborasi dan menghadirkan buku yang membahas
tentang isu kesehatan mental dari sudut pandang penyintasnya.
Perlu
diketahui, sebelumnya Tenni pernah menuliskan topik ini dalam bentuk artikel
yang dimuat pada Magdale.co dengan judul “Film Joker, Kematian Sulli, dan Gagal
Paham Tentang Gangguan Mental”. Tulisannya yang lain adalah “Gadis yang Memeluk
Dirinya Sendiri” sebuah cerita pendek yang terhimpun dalam kumpulan cerpennya, Sambal
dan Ranjang. Kedua tulisan tersebut cukup penting karena ia tulis
berdasarkan pada sudut pandang dan pengalamannya sebagai seorang penyintas gangguan kecemasan.
Dalam
Butterfly Hug ini, ia menuliskan
ceritanya dari awal kedalam enam bagian. Diawali dari bagian prolog, bagaimana
permasalahan yang ia alami mulai muncul, perjalanannya menyembuhkan diri
melalui pskiater dan psikolog, bagaimana ia berdamai dengan masa lalunya,
menjadi penyitas gangguan cemas, hingga bagian akhir di mana Tenni menuliskan apa
yang dapat dilakukan orang-orang di sekitar penyitas (caregiver).
Pada
awal bagian, Tenni menceritakan tentang serangan panik yang ia alami selama
beberapa kali dan apa usahanya berobat melalui pskiater dan psikolog. Ia
menerangkan, perjalanan menemukan psikolog yang tepat tidaklah sederhana, bagaimana dapat menemukan
dokter yang cocok dengan diri sendiri maupun dengan kondisi ekonomi
masing-masing orang, mengingat biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit dan
belum mendapatkan subsidi dari negara.
Bab
ini menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengalami gangguan
kecemasan, yaitu teknik 54321 dan teknik grounding atau yang lebih kita
kenal
dengan butterfly hug. Teknik 54321 adalah cara yang paling popular
di mana ketika serangan cemas datang, temukan lima objek yang dapat dilihat,
empat hal yang dapat didengar, tiga benda yang dapat disentuh, dua hal yang
dapat dibaui, dan satu hal yang dapat dirasa/dicecap. Sedangkan teknik grounding
atau butterfly hug adalah memeluk diri sendiri dengan menyilangkan kedua
tangan di depan dada dan memberikan tepukan tepukan pelan pada pundak, seakan-akan kita
sedang dipeluk. Kedua teknik ini berfungsi sebagai stabilisasi emosi dan
membantu untuk lebih tenang karena mengalihkan fokus pada kondisi saat ini dan
di waktu ini (here and now).
Ada
banyak hal yang dapat memengaruhi kesehatan mental yang dimiliki oleh
seseorang. Salah satu yang paling mendasar adalah bagaimana pengalaman dan
trauma yang dialami oleh seseorang sewaktu kecilnya. Banyak penelitian dan
teori yang telah mengkaji hal ini, salah satu contohnya adalah teori psikolanalitik
klasik milik Sigmund Freud ataupun Attachment Theory dari John Bowlby.
Pada buku ini, Tenni bercerita mengenai masa kecilnya dan mengurai benang-benang
ingatannya untuk mengetahui darimana kecenderungan perfeksionis dan kondisi
psikologisnya hingga ia menjadi penyintas gangguan kecemasan.
Cerita
runtut yang ditulis dalam bahas sederhana ini, tidak hanya mampu menjelaskan
bagaimana kondisinya sebagai seorang penulis tetapi juga membantu pembaca untuk
memahami dirinya sendiri dengan pendekatan yang sama. “Jujur, menurutku (buku)
ini lebih membantu daripada buku-buku motivasi yang biasanya lebih ke
menunjukkan sisi-sisi positif dan optimisme. Dari cerita dan sudut pandang yang
tidak menggurui sama sekali, aku lebih bisa mencoba menempatkan diriku ketika
di posisi penyitas dan mulai mencoba memahami diri sendiri seperti yang
dilakukan penulis,” ungkap Vita salah satu pembaca buku Butterfly Hug.
“Hal
lain yang aku suka adalah bagaimana di sini suatu gangguan mental yang biasanya
dianggap sebagai suatu hal negatif
tidak lalu diartikan sebagai sesuatu yang salah. Bagaimana perasaaan-perasaan
negatif
itu bisa jadi hal yang memang seharusnya dianggap normal, seperti marah,
kecewa, takut, dan cemas itu tidak apa-apa karena itu yang membuat kita lebih
manusiawi menjadi manusia. Bukan malah ditolak atau dianggap sesuatu yang
buruk,” imbuhnya.
Menjadi
seorang penyintas
gangguan kesehatan mental, namun melalui buku ini rasanya dapat kita ambil
pelajaran bahwa orang pertama yang dapat menyelamatkan dan menyembuhkan ketika
kita sakit adalah diri kita sendiri. Melalui proses yang tidak sederhana dan
panjang kita sudah seharusnya memeluk diri kita sendiri di tengah kondisi yang tidak
selalu berpihak pada kita.
“Jika
kamu termasuk orang yang seperti saya, kuatlah, sembuhkan dirimu sendiri, dan
temui ahlinya. Pilih yang paling nyaman buatmu, kamu bisa menjadikan psikiater atau psikolog
sebagai teman seperjuanganmu, meski harus mengeluarkan uang setiap kali harus bertemu ‘teman’ yang satu ini. Tetapi berdasarkan
pengalaman, ini lebih
berguna daripada menghabiskan uang untuk membeli alkohol atau narkoba yang
sifatnya hanya pelarian.” Tulis Tenni dalam bukunya.
“Jika
kamu kebetulan
seorang caregiver, maka bersabarlah. Itu yang bisa saya sarankan. Karena
seperti yang saya tulis dibuku ini, pengobatan akan panjang dan menghabiskan
waktu, tenaga juga uang.” Lanjutnya ditujukan untuk para caregiver.
Dalam epilognya, ia menyebutkan dengan adanya buku ini ia berharap pembaca dapat memahami kondisinya (dan penyitas serupa) sekaligus lebih peka dengan kondisi diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Ia juga berharap tidak ada lagi yang sembarangan mendiagnosis diri sendiri karena berbahaya. Selain tidak menyembuhkan (karena salah diagnosis maka salah pula penanganannya), juga dapat menmbulkan masalah kesehatan menjadi disepelekan. (Syiva Pramuji Budi Astuti)
Editor: Lingga Prasetya
Tulis Komentarmu