Aliansi Rakyat Bergerak Gelar Unjuk Rasa Lawan Oligarki
Massa aksi berkumpul untuk kembali menegaskan tuntutan. (Sumber: Irza) |
Juru bicara Humas ARB Rakyat
Menggugat, menerangkan aksi ini menuntut tujuh poin tuntutan dengan empat
konsentrasi utama. Konsentrasi pertama adalah kenaikan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), dari 10% menjadi 11%, mulai 1 April 2022.
“Kenaikan PPN dirasa tidak tepat
untuk saat ini. Harga-harga naik semua sehingga akan memberatkan rakyat dalam
hal konsumsi. Apalagi untuk kondisi setelah pandemi ini terjadi penurunan
ekonomi,” jelasnya.
Selain tuntutan mengenai kenaikan
PPN, aksi ini juga menuntut mengenai kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
disinyalir ada indikasi aktor dan oligarki di dalamnya. “Masalah ini seharusnya
bisa diselesaikan. Ini adalah sebuah bentuk kegagalan negara dalam mengelola
BUMN sehingga menjadi tidak efektif dan efisien. Jadi, wajar apabila terdapat
dugaan adanya aktor di belakangnya,” tambah Humas ARB.
Humas ARB juga menambahkan bahwa
penanganan pandemi yang dianggap tidak berpihak pada rakyat menjadi indikasi
kuat adanya oligarki. Karena menurutnya, kebijakan-kebijakan yang diambil
disinyalir lebih banyak menguntungkan kalangan elite politik.
Selain PPN dan BBM, mafia dan
kenaikan harga minyak goreng serta wacana kenaikan listrik juga menjadi
konsentrasi utama tuntutan aksi ini. Mahalnya minyak goreng memang tengah
menjadi keluhan masyarakat Indonesia.
Salah satu masyarakat umum yang ada
di lokasi aksi, Sugeng, mengaku ikut terdampak atas kebijakan tadi. Ia
mengeluhkan mahalnya harga minyak goreng. “Saya tidak setuju minyak goreng
mahal. Untuk yang berjualan dan butuh minyak goreng menjadi mepet sekali harga
penjualannya,” tutur Sugeng.
Selain empat konsentrasi tuntutan,
terdapat tiga poin tuntutan lain yang disuarakan dalam aksi ini. Mulai dari
desakan untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pekerja Rumah Tangga
(PRT), mencabut Omnibus Law, dan menghentikan Proyek Strategis Nasional (PSN)
yang merampas tanah rakyat.
“Pemerintah dianggap gagal dalam
menangani isu-isu tersebut. Respons pemerintah dengan memberi bantuan-bantuan
sosial kepada masyarakat tidaklah cukup untuk menyelesaikan permasalahan yang
ada, tetapi harus dengan mengembalikan keadaan menjadi normal seperti
sebelumnya,” pungkas Jubir Humas ARB Rakyat Menggugat.
Demonstrasi yang menyebabkan
kemacetan sempat memicu ketegangan antara para pengguna jalan dengan massa
aksi. Terkait hal ini, Polresta Yogyakarta mengaku telah menerapkan sistem buka tutup jalan. Terdapat
empat jalur yang ditutup dan satu jalur yang dibuka dari arah timur Tugu Jogja.
Menanggapi kemacetan ini, Kasi Humas Polresta Yogyakarta, AKP Timbul Sasana
Raharja, menuturkan ini adalah hal yang wajar. “Wajar karena masing-masing
orang punya kepentingan,” ujarnya. (Irza
Triamanda)
Editor: Yahya Wijaya Pane
Tulis Komentarmu