Dorong Korban Berani Bersuara, Mahasiswa Hubungan Masyarakat Gelar Webinar Bertajuk Kekerasan Seksual
Sesi foto bersama setelah pemaparan materi. (Sumber: panitia webinar) |
Yogyakarta, SIKAP – Mahasiswa Hubungan Masyarakat UPN “Veteran”
Yogyakarta selenggarakan webinar bertajuk kekerasan seksual pada Sabtu
(4/6/2022) lalu. Dengan mengangkat tema “We Talk, We Together: Tingkatkan
Prestasi, Hentikan Pelecehan Seksual” diharapkan para korban bisa berani
bersuara serta mendapatkan penanganan yang tepat.
Webinar ini menghadirkan pembicara
yang berkecimpung dalam pencegahan dan penanganan pelecehan seksual. Pembicara
pertama merupakan Ketua Organisasi Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi. Sedangkan
pembicara kedua, Hayinah Ipmawati merupakan Lulusan Magister Psikologi
UGM.
Acara ini merupakan bagian dari tugas
akhir mata kuliah Kampanye Humas. Kasus pelecehan seksual yang kerap terjadi di
lingkungan perguruan tinggi menjadi latar belakang pemilihan tema ini.
“Saya berharap acara ini tidak hanya
menjadi tugas akhir saja. Namun, dapat ditindak lanjuti ke depannya sebagai
wadah bagi mahasiswa,” ujar Ketua Program Studi Hubungan Masyarakat, Dewi Novianti.
Dalam webinar ini Ika membahas berbagai
kasus yang terjadi di perguruan tinggi berikut pemahaman mengenai UU TPKS. Menurutnya,
peraturan tersebut adalah langkah nyata untuk memutus rantai kekerasan seksual.
Di dalamnya ada dorongan untuk segera membentuk satuan tugas pencegahan dan
penanganan kasus kekerasan seksual.
“Melalui UU TPKS, keterangan korban
tidak harus di depan polisi. Korban dapat dengan mudah lapor melalui ceritanya
kepada pendamping. Kita harus mendapatkan kepercayaan korban agar mereka berani
untuk bicara,” jelas Ika.
Hayin sendiri memaparkan dampak
psikologis yang dirasakan oleh korban serta alasan mereka tidak berani bicara atas
kasus yang dialami. “Melaporkan atau tidak harus dengan dengan persetujuan
korban. Penting juga untuk mengetahui karakter pelaku karena kita juga perlu
menjaga diri sendiri,” tuturnya.
Hayin juga mengungkap hasil survei
dari ruang koalisi publik tahun 2019 yang dilakukan kepada sekitar 60 ribu orang.
Dalam survei tersebut disebutkan jika 18% orang yang mengalami kekerasan
seksual memakai rok dan celana panjang, 17% memakai jilbab, 16% memakai baju
panjang, 14% memakai baju longgar, dan 14% lainnya memakai seragam sekolah. Survei
ini menunjukan bahwa dalam tindak kekerasan seksual, kesalahan ada pada pelaku.
Panitia berharap acara ini bisa
menjadi wadah bagi mahasiswa agar menciptakan kampus yang sehat, aman, dan
nyaman dalam proses akademik guna meningkatkan prestasi mahasiswa. Karena itu, publik perlu lebih peduli dengan berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi. (Ajeng
Adelista N.P)
Editor: Delima Purnamasari
Tulis Komentarmu