Lika-liku Perawatan Kebersihan Kampus
Sampah dan kursi yang ditinggalkan di area FISIP. (Sumber: Gofarna Sayagiri) |
Kebersihan kampus adalah salah satu
aspek penting yang wajib dipenuhi demi menunjang kegiatan akademik. Namun, Kampus
Kejuangan ini masih menyimpan segudang problematika sebelum mencapai kebersihan
yang ideal.
Kampus telah mempekerjakan petugas
kebersihan di tiap-tiap gedung. Meskipun demikian, kebersihan yang ada di
kampus II UPN masih belum maksimal. Hal ini diungkapkan oleh Misel Miandame
Gultom, salah satu mahasiswa Administrasi Bisnis UPN “Veteran” Yogyakarta.
“Tingkat kebersihannya masih kurang,
apalagi di kamar mandi masih banyak sampah dan bau. Selain itu, ada alat-alat
kebersihan yang tidak di tempatnya,” ucapnya.
Menyadari area kampus merupakan
wilayah luas, butuh banyak tenaga untuk merawat dan membersihkannya. Pihak
universitas menggunakan jasa perusahaan luar (outsourcing) untuk
mengurusi manajemen kebersihan. Perusahaan inilah yang mengatur pembagian tugas
perawatan kebersihan dan segala perlengkapannya untuk seluruh wilayah kampus
UPNVY.
Sistem ini membuat penanggung jawab
kebersihan setiap fakultas di seluruh UPN mempunyai manajemen outsourcing
yang sama. “Pengadaan cleaning service ini dilaksanakan oleh
pihak universitas dengan sistem lelang. Kami (FISIP) hanya menerima,” papar
Siti Fatonah, Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan FISIP UPNVY.
Terkait hal tersebut, Siti Fatonah
mengatakan, terdapat beberapa keterbatasan yang dihadapi. Salah satunya adalah
masalah kualitas bahan dan alat pembersih yang digunakan oleh para petugas
kebersihan. “Standar bahan kimia untuk pembersihnya tidak bagus, alat-alat
kebersihan pun tidak lengkap dan memenuhi persyaratan,” ucapnya.
Ia pun menganggap bahwa hal ini
adalah kelemahan dari sistem lelang yang diadakan. “Misalnya, kebutuhan
fakultas akan bahan kebersihan harusnya 100, tapi dari anggarannya itu tidak
memadai untuk sampai 100. Itulah kelemahan lelang. Kadang jadi begitu rendah
sehingga tidak maksimal.”
Permasalahan kebersihan di kampus
tidak berhenti pada alat kebersihan. Kualitas sumber daya manusia yang menjadi
motor untuk melakukan proses pembersihan pada akhirnya turut perlu dilakukan dievaluasi.
Keluhan terkait kinerja cleaning
service pun dilontarkan oleh Kajur Ilmu Komunikasi. “Pelayanan cleaning
service-nya sangat kurang bahkan buruk. Seringkali kamar mandi bau dan
lantainya berkerak. Alat-alat kebersihan pun sering tidak di tempatnya.
Mestinya dengan kontrak sebesar itu, mereka lebih menjaga kebersihan di
lingkungan FISIP,” ucap Agung Prabowo.
Nowo Pangestu sebagai salah satu petugas kebersihan. (Sumber: Gofarna Sayagiri) |
Meskipun manajemen atau vendor
berganti-ganti sesuai dengan pemenang lelang, petugas kebersihan tidak ikut
digantikan. Nowo Pangestu, seorang petugas cleaning service
mengungkapkan dirinya tidak ikut digantikan atau keluar dari UPN mengikuti sang
induk perusahaan. Saat ini, ia telah bekerja selama hampir 4 tahun di kampus II
Babarsari dengan beberapa kali penggantian vendor atau manajemen.
Wakil Dekan II FISIP mengungkapkan, hal
ini terjadi karena adanya perasaan dilematis untuk melakukan penggantian
pegawai. “Meskipun kurang memuaskan kinerja SDM-nya, tetapi ada dilema karena
orang-orang yang telah bekerja lama di sini lebih dapat dipercaya dari sisi
keamanannya, pun kalau diganti belum tentu menjadi lebih baik,” ungkapnya. Penggantian hanya terjadi apabila pegawai pensiun.
Evaluasi atas keluhan terkait
alat-alat kebersihan dan kinerja SDM sudah disampaikan pihak fakultas kepada
universitas dan perusahaan pemegang manajemen cleaning service. Namun, performa perusahaan masih saja kurang
bagus tanpa alasan pasti.
Koordinasi antara vendor cleaning
service dengan kampus pun dirasa kurang maksimal karena perusahaan pemenang
lelang pada periode ini tidak berasal dari Yogyakarta. “Kalau pemenang lelang
dari Jogja enak koordinasinya, tetapi kalau tidak salah ini dari luar Jogja,”
ungkap Siti Fatonah. Pihaknya menaruh harapan akan adanya transparansi
pengadaan kuantitas barang-barang kebersihan dan perbaikan kualitas bahan-bahan
pembersih dari pihak perusahaan.
Pada wilayah FISIP sendiri, terdapat
11 pegawai cleaning service yang ditugaskan untuk membersihkan
ruang kelas, selasar, hingga kamar mandi. Setiap satu tingkat lantai gedung,
terdapat satu orang yang bertanggung jawab untuk membersihkannya. Taman dan
kolam tidak masuk daerah tanggung jawab cleaning service yang
direkrut dari pihak outsourcing. Terdapat petugas kebersihan lain yang
ditugaskan dan direkrut dari tingkat universitas.
Para petugas kebersihan memulai
tugasnya sebelum kelas pertama perkuliahan dimulai. Sebelum pandemi,
perkuliahan dimulai pada pukul 7.30 pagi sehingga petugas mulai membersihkan
pada pukul 6. Namun, pada tahun ajaran ini, jam perkuliahan paling awal dimulai
lebih pagi, yakni pukul 7.
Pengajuan jam masuk tersebut
berpengaruh untuk jadwal pembersihan. “Kami mulai bekerja lebih pagi, jam
setengah 6 karena perkuliahan saat ini mulai lebih awal,” ungkap Nowo.
Hal ini dirasa cukup membebankan
baginya karena banyak mahasiswa yang datang sebelum ruang kelas selesai
dibersihkan. “Mahasiswa sudah berdatangan jam 6.30 WIB karena jam masuknya
dimajukan, sedangkan kelas belum semuanya dibersihkan,” ujar Nowo.
Kualitas kebersihan yang kurang
maksimal juga dipengaruhi oleh sistem kerja para petugas kebersihan. Dalam
sehari, para petugas kebersihan tidak disistem untuk berada dalam satu tempat
yang sama untuk berkali-kali membersihkan seperti layaknya di pusat
perbelanjaan.
“Tidak bisa seperti di mal yang
petugas kebersihannya terus menerus menunggu di tempat yang sama. Hal ini
karena biayanya mahal dan pemakaiannya tidak seperti di kampus,” kata Siti
Fatonah.
Oleh karena itu, proses pembersihan
area dilakukan dua kali dalam sehari. “Pembersihan dilakukan sebelum jam masuk
paling awal dan di sela-sela pergantian jam masuk kedua atau ketiga,” imbuhnya.
Frekuensi pembersihan yang hanya dua
kali sehari dan beberapa permasalahan lainnya membuat kebersihan lingkungan
kampus menjadi tidak selalu prima. Oleh karena itu, meskipun terdapat petugas
kebersihan, peran mahasiswa dan tenaga didik sebagai pengguna fasilitas kampus
pun sangat diperlukan.
Bekas sampah di area Pentagon FISIP. (Sumber: Gofarna Sayagiri) |
Tiap individu dituntut memiliki
kesadaran tinggi terkait kebersihan. Pasalnya, masih banyak mahasiswa yang
tidak menjaga kebersihan. “Mahasiswa kalau saya lihat di selasar itu masih
banyak yang merokok dan setelahnya membuang sampah sembarangan,” ungkap Agung
Prabowo selaku Kajur Ilmu komunikasi.
Hal serupa dipaparkan pula oleh Misel.
“Mahasiswa kurang sadar kebersihan. Masih banyak yang tanpa sadar buang sampah
sembarangan. Misal habis makan di pentagon, sampahnya masih ditinggalkan,” ucapnya.
Sebagai petugas kebersihan, Nowo pun
merasa mahasiswa masih kurang dalam merawat fasilitas kampus. “Kalau berantakan
udah biasa, tetapi saat ada kursi baru, mahasiswa masih mencoret-coret dan
menyobek-nyobek plastiknya.”
Ia berpesan agar mahasiswa turut
menjaga fasilitas kampus. “Tolong dijaga kursi barunya. Tidak perlu plastiknya
disobek-sobek menjadi kecil,” ujar Nowo.
Wadek II FISIP pun mengajak agar para
mahasiswa dan seluruh pengguna fasilitas kampus turut menjaga kebersihan
bersama-sama. Mengingat kebersihan kampus tidak dapat hanya mengandalkan tenaga
kebersihan yang masih memiliki keterbatasan. Ia pun terbuka terhadap
masukan-masukan mahasiswa seputar kebersihan. “Kalau misalnya ada kebersihan
yang kurang, bisa sampaikan ke saya, saya akan sangat senang,” tuturnya. (Gofarna
Sayagiri)
Editor: Syiva PBA
Tulis Komentarmu