Peringati International Women’s Day, IWD Jogja Gelar Aksi Memperjuangkan Kesetaraan Perempuan
Suasana orasi di Titik Nol Kilometer. (Sumber: Dias Nurul Fajriani) |
Yogyakarta,
SIKAP - Dalam rangka memperingati hari perempuan internasional, International
Women's Day Yogyakarta (IWD Jogja) menggelar seruan aksi di Titik Nol Kilometer
pada Rabu (8/3/2023). Aksi ini membawa 14 tuntutan dan mengusung tema “Perempuan
dan Rakyat Bersatu! Lawan Seksisme, Tolak KUHP dan Ciptakerja”.
IWD
Jogja merupakan sebuah aliansi pergerakan yang berfokus pada kesetaraan perempuan
khususnya di wilayah Yogyakarta. Mereka menyelenggarakan aksi bersama dengan
puluhan massa dengan mengunakan dress code hitam. Peserta aksi melakukan
long march mulai pukul 12.00 WIB dari gerbang utama Ketandan sampai Titik
Nol Kilometer sebagai titik panggung rakyat untuk melakukan orasi.
Aksi
ini juga diikuti dari aliansi pergerakan lainnya seperti Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) Yogyakarta, Solidaritas Perempuan Kinasih, Serikat Pembebasan Perempuan, Queer,
Srikandi, serta aktivis mahasiswa dari berbagai macam perguruan tinggi di
Yogyakarta dengan membawa isu masing-masing seperti isu perempuan, kesetaraan, disabilitas,
ruang aman, dan ruang hidup.
Dalam
aksi ini banyak tuntutan yang disampaikan namun pada pokoknya ada tiga yaitu
menyuarakan tolak seksisme, tolak KUHP dan Cipta Kerja. Tak hanya orasi, aksi
ini juga terdapat penampilan seni.
“Aksi
ini juga mewadahi semua teman-teman yang ingin berekspresi untuk mematik
pergerakan karena banyak nilai yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Dengan
harapan perempuan di Indonesesia dapat memiliki kesadaran dan berjuang bersama
dalam perjuangan rakyat untuk advokasi,
kampanye dan sosialisasi mengenai poin tuntutan,” ujar Firda selaku Koordinator Lapangan aksi.
Tak
hanya diikuti oleh kaum perempuan, beberapa massa aksi juga laki-laki yang ikut
serta dalam menyuarakan isu soal seksisme sembari membawa tulisan atau poster tuntutan
tentang kesetaraan dan perlawanan.
Salah
satunya adalah Ahmad, peserta aksi dari Universitas Gajah Mada menerangkan “Saya
mendukung adanya aspirasi perempuan secara umum, ruang aman perempuan dalam
lingkup pendidikan serta harus ada pengawalan mengenai Undang-Undang Cipta
Kerja”. Ia menambahkan, teman-temannya memiliki dorongan mengikuti aksi sebagai
upaya membantu menyuarakan aspirasi perempuan dan pekerja yang terdampak
walaupun sebagai seorang laki-laki.
Peserta aksi membawa poster tuntutannya. (Sumber: Marva Sadira) |
Selain tolak seksisme, poin tuntutan lainnya adalah tolak KUHP dan Cipta Kerja. Menurut Narisma sebagai perwakilan dari LBH Yogyakarta, jika dilihat dari kacamata hukum, KUHP masih banyak kurangnya. “Banyak yang belum ada aturan turunannya, isinya merepresi kebebasan berekspresi dan berpendapat, seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD 3). Sedangkan Undang-Undang Cipta Kerja banyak menabrak regulasi dan norma hukum yang ada, nirpartisipasi juga waktunya mepet,” jelasnya.
Para
peserta aksi mengaku mengetahui informasi terkait aksi melalui akun Instagaram
@idwjogja yang merupakan akun resmi dari International Women’s Day Jogja, selain
itu beberapa peserta mengetahui dan mengikuti karena ajakan temannya.
Sekar
peserta aksi dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga salah satunya, ia
mengaku mengikuti aksi ini setelah mengetahui dari Instagram. “Selain follow akunnya,
saya diajak teman juga sih, sebagai wujud untuk memperingati international
women’s day,” katanya.
Setelah mengikuti aksi ini, ia mengungkapkan bahwa pandangannya menjadi lebih luas mengenai perjuangan perempuan. Menurutnya, di Jogja pandangan mengenai perempuan terbilang masih sangat minim dan perlu gebrakan. Dengan adanya aksi seperti ini dapat menjadi ujung tombak dan penyemangat menyuarakan perjuangan dan kesetaraan perempuan. (Riza Febriandanu, Dias Nurul Fajriani)
Editor: Dias Nurul Fajriani
Tulis Komentarmu