BIMA: Sistem Informasi Akademik yang Jauh dari Sempurna
Ilustrasi laman website BIMA (Sumber: Riza Febriandanu) |
BIMA merupakan sistem informasi akademik yang digunakan untuk mengelola data informasi pendidikan di
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) dan berisi mengenai data mahasiswa, kurikulum
perguruan tinggi, rekam perkuliahan, input Kartu Rencana Studi (KRS) hingga informasi jadwal perkuliahan.
Situs
web yang baru dirancang pada akhir tahun 2022 ini dikembangkan selama 6 bulan oleh tim divisi pengembangan situs web dan aplikasi Unit Pelaksana Teknis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (UPT TIK) UPNVY. BIMA hadir untuk menggantikan situs web sebelumnya dengan inovasi dan menyempurnakan Computer Based Information System (CBIS) yang sudah ada sejak tahun 2008. Tidak seperti CBIS yang berpaku pada setiap
fakultas masing-masing, sistem BIMA mengakomodir
database satu universitas sehingga diharapkan mampu mengintegrasi data satu dengan yang lain.
Harapan-harapan besar seperti memberikan kemudahan pengelolaan
data akademik, penjadwalan perkuliahan,
pengelolaan nilai, rekam
perkuliahan, input KRS sampai dengan jadwal kuliah secara efektif, efisien dan
terintegrasi nyatanya belum sesuai dengan ekspektasi. Situs web seumur jagung ini dipaksa untuk diimplementasikan secepatnya sehingga masih banyak kendala yang dirasakan penggunanya.
Seperti yang disampaikan Salshabila E Ramdhani
mahasiswi jurusan Administrasi Bisnis
2021, “Jurusanku harusnya jadwal input KRS tanggal 2 Agustus, tapi karena BIMA down terus akhirnya muncul
surat edaran diundur tapi tidak ada waktu pasti sampai kapan, dan temen-temen
lain refresh terus sampai bosan.” Ia menambahkan, selain down pihak kampus seringkali tidak melihat kesesuaian kuota kelas dengan jumlah mahasiswanya sehingga menimbulkan keributan.
Munculnya situs web baru ini tentu ada kurang dan lebihnya. Seperti yang disampaikan oleh Wahyu Vance Velly
Brian Margaretta mahasiswa jurusan Teknik Informatika 2021 yang mengapresiasi adanya BIMA untuk menggantikan CBIS.
“BIMA sebenarnya bagus, sistemnya terintegrasi
satu universitas tidak seperti CBIS yang dulu hanya berfokus pada tiap fakultas
saja, tapi sekarang ini BIMA kurang persiapan dan kematangan untuk
acuan akademik mahasiswa. Selain itu tampilan BIMA juga kurang menarik dan
terkesan kuno, kurang user friendly
dan tidak sebanding dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang temen-teman mahasiswa bayar kalau cuma dapat website sekelas buatan anak Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),” ujarnya.
Menanggapi komentar dan isu yang beredar terkait peretasan yang
mengakibatkan situs web BIMA down, pihak UPT TIK UPNVY menyangkal hal tersebut. Namun, mereka tidak menyangkal bahwa situs web BIMA belum sempurna dan masih perlu banyak perbaikan baik sistem maupun tampilan.
“Kami menyampaikan bahwa website BIMA down bukan karena diretas, tetapi ada seseorang atau kelompok yang berbuat jahil dengan mengirim traffic server fiktif untuk masuk ke sistem, titik terbanyaknya sejumlah 30.000 traffic per detik yang mencoba masuk,” jelas Rifki Indra Perwira Kepala UPT TIK.
Ia juga menjelaskan dan
mengakui jika tampilan BIMA memang terkendala pada keterbatasan waktu pengembangannya. Dalam rencana implementasi, BIMA dibuat tidak jauh seperti CBIS agar mahasiswa tidak kaget dengan
tampilan yang berbeda. Terkait
masalah kuota kelas, mata kuliah yang tidak ada, serta jadwal kuliah yang berubah, Rifki menegaskan hal itu sudah termasuk ranah jurusan maupun program studi, bukan dari UPT TIK itu sendiri.
“BIMA memang masih jauh dari kata sempurna, namun komitmen kami akan ada perubahan di
semester depan, baik segi sistem maupun tampilan,” tutupnya.
Masalah seperti ini memang sudah menjadi agenda di tiap semester. Namun semoga dengan adanya situs web yang baru dapat menjadi angin segar untuk para mahasiswa agar dimudahkan dalam urusan informasi akademik. BIMA memang masih jauh dari kata sempurna, tetapi dengan semua hal yang terjadi semoga dapat dijadikan pembelajaran untuk pihak UPT TIK atau UPNVY berbenah memberikan fasilitas yang memadai untuk mahasiswa. (Riza Febriandanu)
Editor: Dias Nurul Fajriani
Tulis Komentarmu