Soto Garing: Sajian Kuliner Unik Khas Klaten
Pada
umumnya, soto selalu identik dengan potret makanan berkuah. Namun, apa jadinya
jika soto yang selama ini kita kenal justru disajikan tanpa kuah. Terdengar
aneh memang, tapi kuliner unik semacam ini nyata adanya. Soto Garing (Toring)
begitu mereka menyebutnya merupakan salah satu kuliner unik khas Klaten yang
jarang diketahui.
Toring
sebenarnya tidak jauh berbeda dari soto kebanyakan. Isiannya masih sama yaitu
nasi putih, suwiran ayam, tauge, kol, seledri, bawang merah goreng, penyedap
rasa, dan kecap asin. Salah satu aspek yang membedakanya adalah porsi kuah yang
diberikan, jika biasanya soto dibanjiri dengan kuah kaldu. Toring justru
sebaliknya, porsi kaldu yang digunakan sangat sedikit sehingga tampak kering.
Hal inilah yang membuat kuliner ini dinamai soto kering atau dalam arti lain
bisa diterjemahakan sebagai soto tanpa kuah.
Popularitas
Toring memang tidak seterkenal jenis soto lainnya. Hal itu bisa dimaklumi
karena masih banyak yang belum familiar dengan kuliner satu ini. Namun, untuk
kalian yang belum pernah mencoba Toring, kalian tak perlu ragu untuk
mencobanya. Kuliner ini bisa bertahan selama berpuluh tahun bukan tanpa alasan.
Toring telah menjadi kuliner khas Klaten karena memang rasanya yang enak.
Bagi
kalian yang mulai penasaran mengenai keunikan soto kering. Kalian bisa
berkunjung ke daerah Klaten, tepatnya di samping Pasar Delanggu. Di sana kalian
akan menemukan sebuah warung soto yang sangat terkenal, bahkan mendapat
predikat legend. Warung itu adalah Soto Bu Yati.
Suasana Warung Soto Bu Yati.(Sumber Foto: Rama Setya W) |
Warung
soto Bu Yati telah dikenal luas sebagai perintis kuliner soto kering. Bayangkan
saja, warung ini telah berdiri dari tahun 1973 dan masih eksis hingga sekarang.
Selain karena rasanya yang enak dan otentik, Toring warung Bu Yati juga
terkenal karena harganya yang murah yaitu berkisar Rp 6.000 – Rp11.000 saja.
Menurut
penuturan dari Sudiman selaku pemilik warung soto Bu Yati, asal mula
terciptanya soto kering adalah karena ketidaksengajaan.
“Awalnya
tercipta karena ada yang tidak suka pakai kuah, dari situ saya coba buatkan. Eh
ternyata cocok. Dari getuk thular (cerita dari mulut ke mulut)
jadi ramai sampai sekarang,” jelas Sudiman.
Sudiman
juga menambahkan bahwa untuk mempertahankan cita rasa yang sama selama bertahun
– tahun. Dia memiliki preferensi khusus terhadap merek kecap asin yang
digunakan. ia mengaku menggunakan kecap asin merek timbangan. Menurutnya kecap
merek itu memiliki rasa asin gurih yang lebih mantap dibandingkan kecap
lainnya.
Dengan
konsintesi yang selalu dipertahankan, tidak heran jika soto garing Bu Yati
selalu memiliki tempat tersendiri di hati pelangganya. Salah satu konsumen yang
berhasil ditemui Endang Suprihatin, mengaku telah menjadi pelanggan soto Bu
Yati sejak dirinya masih duduk di bangku SMP.
“Sejak
SMP saya sudah langganan sampai sekarang udah punya cucu. Saya suka karena
rasanya enak terus porsinya juga banyak. Di tempat lain kan sotonya berkuah ya,
kalau di sini spesial karena ada soto garingnya itu,” pungkas Endang. (Rama
Setya W)
Editor: Latri Rastha Dhanastri
Tulis Komentarmu