Header Ads

Edukasi Bahasa Isyarat, Wujudkan Generasi Muda Inklusif

  

Ilustrasi bahasa isyarat. (Sumber: Pexels.com)

Bahasa Isyarat Indonesia atau yang kerap disebut sebagai BISINDO merupakan bahasa visual yang digunakan oleh komunitas tuli atau tunarungu di Indonesia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Lebih dari sekadar alat komunikasi, BISINDO juga turut mengambil peran sebagai jembatan inkusivitas di lingkungan sosial.

Melalui keunikan yang dimilikinya, BISINDO kini banyak menuai perhatian dari masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Salah satunya Ligia Yulesfilia Mauridani, seorang fresh graduate dari Universitas Sanata Dharma yang menemukan kecintaannya pada bahasa isyarat sejak kecil. 

“Saya penasaran dengan tayangan yang ada di televisi, terdapat juru bahasa isyarat. Lalu, saya ingin belajar lewat teman tuli dan saya berjumpa dengan mereka di kampus pada tahun 2021,” kata Ligia.

Sejak bergabung dengan PSIBK (Pusat Studi Individu Berkebutuhan Khusus) di Sanata Dharma, Ligia terlibat aktif dalam edukasi bahasa isyarat. Menurutnya, bahasa isyarat adalah cara untuk lebih dari sekadar berkomunikasi, tetapi juga untuk memahami dunia tuli dari perspektif teman-teman tuli. 

“Kami diajarkan teman-teman tuli untuk berekspresi dengan isyarat-isyarat baru. Bahasa ini sangat menarik dan bermanfaat,” ungkapnya.

Di era digital seperti saat ini, bahasa isyarat kerap viral di media sosial, terutama ketika digunakan dalam video atau konten edukatif. Menanggapi fenomena tersebut, Ligia dan Guruh Hizbullah Allim, Ketua BISINDO Yogyakarta, mengingatkan bahwa mempelajari bahasa ini harus dilakukan dengan benar. 

Istilah cinta dalam bahasa isyarat BISINDO. (Sumber: Latri Rastha Dhanastri)

“Belajar bahasa isyarat sangat penting, tapi harus diingat, belajarlah dari teman-teman tuli yang bisa mengarahkan ekspresi dan isyarat. Tidak boleh sembarangan,” jelas Guruh yang juga termasuk teman tuli.

Di samping itu, Guruh pun menekankan pentingnya peran anak muda dalam mempelajari bahasa isyarat. “Bahasa isyarat sangat penting untuk semua, dan belajarnya harus lewat teman tuli sendiri. Sumber Daya Manusia (SDM) yang menguasai bahasa ini dibutuhkan di berbagai sektor, termasuk di pengadilan dan pendidikan,” tambahnya.

Meski begitu, tidak semua anak muda merasa terpanggil untuk mempelajari bahasa isyarat. Banyak yang baru mengetahui manfaat bahasa ini setelah mendapatkan informasi dari media sosial atau teman-temannya. Bagi Guruh dan Ligia, menyebarkan edukasi bahasa isyarat melalui media, seperti lagu, film, atau kampanye sosial adalah salah satu cara untuk menarik minat generasi muda.

Tidak hanya sebagai alat komunikasi formal, Guruh juga berpendapat bahwa bahasa isyarat turut berperan dalam interaksi sosial sehari-hari. “Kami butuh lebih dari sekadar juru bahasa isyarat, kami juga butuh teman untuk saling berkomunikasi di forum-forum atau tempat santai,” ungkap Guruh. 

Bagi kampus-kampus yang belum memiliki organisasi seperti PSIBK, Ligia dan Guruh menyarankan mereka untuk bekerja sama dengan Pusat Bahasa Isyarat Indonesia (Pusbisindo) dalam memulai pelatihan bahasa isyarat. Edukasi bahasa ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana setiap orang dapat berkomunikasi tanpa batasan, baik dalam ruang formal maupun informal. 

Dengan semakin banyaknya generasi muda yang tertarik mempelajari bahasa isyarat, harapannya, masyarakat Indonesia dapat berkembang menjadi masyarakat yang lebih inklusif dan ramah bagi komunitas tuli. (Latri Rastha Dhanastri)

 

Editor: Ikhsan Fatkhurrohman Dahlan


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.